“… telah lahir bagimu Juruselamat”

Gembala & Malaikat

title

“... telah lahir bagimu Juruselamat”

Lukas 2:1-14
“Mengapa? Mengapa kepada orang seperti aku ini Yesus mau datang ke dalam dunia? Mengapa bukan kepada mereka yang hidupnya jauh lebih baik, lebih suci, dan lebih berguna? Sungguhkah Dia lahir bagiku?”

Setelah sekian lama, akhirnya tiba bagi Maria untuk bersalin. Dalam perjalan yang jauh, Maria dan Yusuf, tunangannya, pergi ke Bethlehem memenuhi panggilan dari Kaisar Agustus untuk mendaftarkan diri mereka dalam sebuah sensus penduduk. Di situlah, di kota kecil Bethlehem Yesus dilahirkan. Berita kelahiran Sang Juruselamat ini untuk pertama kalinya disampaikan malam itu kepada sekawanan gembala domba yang tengah menjaga domba domba gembalaannya di padang. Malaikat Tuhan hadir di tengah pekatnya malam dalam cahaya kemuliaan Tuhan dan berkata kepada mereka, “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud…”

Bagi siapakah berita yang mulia itu seharusnya datang? Kelahiran seorang raja sudah selayaknya diberitakan kepada orang-orang yang terpandang, para pembesar dan pejabat negeri, kepada bangsawan dan orang-orang terhormat lainnya. Namun Allah memilih memberitakan berita kelahiran Yesus Kristus, Tuhan, kepada orang-orang kecil yang menarik diri mereka dari lingkungan sosial oleh karena pekerjaan yang mereka jalani. Mereka bukanlah kaum terpandang dan terhormat. Mereka bukan orang kaya apalagi bangsawan. Mereka adalah gembala domba yang hidup bebas di alam terbuka karena menjaga domba gembalaannya. Mereka mungkin orang-orang yang tidak diperhitungkan, dan merekapun merasa begitu, untuk masuk dalam sensus penduduk yang tengah diadakan.

Berita kelahiran Juruselamat yang menjadi kesukaan besar bagi seluruh bangsa datang kepada mereka yang merasa kecil, merasa hina, merasa tidak layak dan berdosa, serta merasa tidak berguna di hadapan manusia. Karena merekalah orang-orang yang paling membutuhkan Juruselamat, Tuhan, dan Penolong yang membuat hidup mereka berarti, melayakkan, menguduskan, dan membuat kehidupan mereka berguna bagi kemuliaan-Nya. Sebab di dunia ini tidak ada seorangpun yang baik, suci, dan berguna jika bukan kemurahan Allah yang menjadikannya demikian. Dan memang, tidak pernah ada tempat penginapan yang layak bagi bayi Yesus, selain dari kandang domba dan palungan yang hina.

Mari sambutlah Yesus dalam kehidupan kita yang menjadikan kita lebih berarti, dan membuat hidup kita lebih hidup. Karena bagi kitalah dan bagi kemuliaan Allah, Juruselamat telah lahir. []

“… engkau beroleh kasih karunia”

Adven 4

title

Lukas 1:26-38

Siapakah aku ini Tuhan?
Aku seperti binatang jalang,
tidak ada kesalehan pada diriku.
Aku kehilangan arah tujuan,
dan tak tahu ke mana ku kan pulang.
Aku mendaki naik ke gunung-Mu namun terjatuh aku,
terhempas hingga ke dasar bumi.
Tidak ada daya, harapan juga lenyap,
Hingga kulihat tangan Yang Kuat itu,
Meraih dan membawaku naik.
Dan kudengar suara-Nya berkata, “Kukasihi engkau.”

“Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.” Dalam keterkejutan, Maria tidak dapat berkata apa-apa mendengar salam dari malaikat Gabriel. Ia hanya dapat bertanya di dalam hati, “apakah arti salam itu?” Sebab di zaman itu, tidak pernah terdengar lagi malaikat Tuhan berbicara kepada manusia. Ketakutan jelas membayangi Maria, sebab siapakah manusia yang dapat tahan berdiri di hadapan hadirat Allah? Karena itu malaikat Gabriel sekali lagi berkata, “Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus…”
Perkataan malaikat melegakan hati Maria, ia tidak akan mati karena kehadiran malaikat itu, sebaliknya ia beroleh kasih karunia dari Allah.
Berita kelahiran Yesus adalah berita kasih karunia Allah yang begitu besar kepada manusia yang berdosa. Maria yang dalam naturnya sebagai manusia yang tidak sempurna menerima kasih karunia Allah untuk menjadi seorang ibu bagi Sang Juruselamat.
Kasih karunia Allah telah datang kepada segala makhluk, secara khusus kepada manusia yang telah tercemar oleh dosa dan tidak dapat menjangkau Allah dengan usaha apa pun. Allah seperti tangan yang kuat menjangkau manusia yang tidak lagi berdaya oleh karena dosanya, dan telah kehilangan harapan, namun kini beroleh pengharapan yang baru dan pasti di dalam Yesus Kristus.
Yesus, Anak Allah Yang Mahatinggi adalah berita kasih karunia Allah kepada manusia yang diberikan bukan karena kelayakan tetapi karena kemurahan hati Allah. []

Tuhan, Hanya Orang-orang Yang Sudah Berhasil Mematikan Dirinya Sendiri Benar-benar Dapat Berjuang Untuk Orang Lain, Seperti Hamba- hamba-Mu Dan Engkau Sendiri.


Warning: Trying to access array offset on value of type bool in /home/indoeldsan/public_html/wp-content/plugins/global-web-shortcodes/functions.php on line 63

Warning: Trying to access array offset on value of type bool in /home/indoeldsan/public_html/wp-content/plugins/global-web-shortcodes/functions.php on line 64

Warning: Attempt to read property "post_excerpt" on null in /home/indoeldsan/public_html/wp-content/plugins/global-web-shortcodes/functions.php on line 71

title

Melakukan sesuatu untuk atau atas nama perbedaannya hanya terletak pada tujuan yaitu "Dia" atau "aku".

Orang-orang Farisi dan imam-imam kepala, yaitu mereka yang memegang peranan dan kepemimpinan dalam masyarakat Yahudi saat itu mengadakan rapat karena peristiwa yang sangat mencolok dilakukan oleh Yesus. Karena peristiwa mukjizat membangkitkan Lazarus dan juga karena mukjizat-mukjizat sebelumnya yang Yesus lakukan, banyak orang Yahudi yang menjadi percaya kepada-Nya dan mengikut Dia. Urgensi rapat itu adalah ketakutan akan semakin banyaknya pengikut Yesus yang mana sebagai akibatnya penguasa Roma akan menghancurkan Rumah Tuhan dan seluruh bangsa Yahudi. Pada dasarnya kekaisaran Roma tidak mencampuri hal yang berhubungan dengan peribadatan dan kepercayaan Yahudi, terkecuali Yesus dan pengikut-Nya bermaksud mengadakan pemberontakan, ini jelas tidak mungkin. Jadi alasan pertamalah yang paling tepat, sebab semakin banyak pengikut Yesus semakin sedikit orang yang mempercayai dan mengikuti mereka, maka semakin menurun juga pengaruh dan kekuasaan mereka di tengah masyarakat Yahudi.

Sahabat Alkitab, jika telah dikuasai oleh sifat tamak, kita akan menghalalkan segala sesuatu untuk memuaskan yang kita inginkan. Untuk menutupinya, terkadang kita mengatasnamakan hal-hal yang sifatnya rohani keagamaan atau sosial kemanusiaan. Kita memperalat apa saja asalkan semua yang kita mau terlaksana dan terpenuhi. Manusia lain bisa tidak melihat sifat tamak di balik semua yang kita lakukan demi agama atau demi kemanusiaan, tetapi Allah Mahamelihat. Sebelum kita dapat mematikan sifat tamak dan segala keakuan serta pementingan diri sendiri di dalam diri kita, maka apapun yang kita kerjakan akan selalu tercemar oleh sifat-sifat buruk itu, sehingga tidak ada lagi kemurnian dalam tindakan kita. Rasul Paulus berkata dalam Kolose 3:5 (BIMK), "... matikanlah keinginan-keinginan dunia yang merongrong dirimu..."

Selamat Pagi. Pada akhirnya Allah menilai motivasi yang murni dari segala kebaikan yang kita lakukan, jika murni akan dibuatnya semakin berkilau.

Salam Alkitab Untuk Semua

Pelatihan Dasar Trauma Healing Bagi Korban Bencana Alam di Palu

Trauma Healing Palu

title

Hampir dua bulan setelah gempa bumi dan tsunami meluluhlantakkan Palu dan sekitarnya. Sambil membantu bahan kebutuhan pokok dan Alkitab bagi para warga jemaat yang menjadi pengungsi, Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) merasa perlu menyiapkan para pendeta, pimpinan jemaat, dan para guru sekolah minggu untuk menjadi fasilitator “trauma healing” bagi para jemaat, baik orang dewasa dan anak-anak yang menjadi korban bencana alam tersebut.
Dalam mempersiapkan pelatihan tersebut, LAI, melalui Kantor Perwakilannya di Manado menggandeng para Mitra LAI di Palu untuk menyelenggarakan Pelatihan Dasar Trauma Healing yang digelar di Gereja Palu, 21-24 November 2018. Adapun 4 orang para fasilitatornya berasal dari Jakarta, lulusan pelatihan yang diadakan oleh LAI tahun lalu. Sehari sebelumnya para fasilitator mengunjungi dua daerah yang mengalami bencana. Pertama, Balaroa, terjadi liquifaksi, tanah bergeser, terbelah dan menelan ribuan rumah warga dan masih banyak korban/ jenasah yang tidak dapat dievakuasi. Kedua, Talase, daerah pinggir Pantai Tanjung tempat terjadi tsunami yang menyapu bersih daerah tersebut. Kunjungan ke daerah tersebut membuat fasilitator ikut merasakan yang dialami warga sehingga dalam penyampaian materi lebih mendarat, dan menyentuh.

Keesokan harinya kegiatan pelatihan yang diikuti oleh 38 orang ini dimulai pada pukul 08.30 WITA yang diawali doa bersama para fasilitator (dilakukan setiap hari). Pembukaan dilakukan oleh Wieske Gerung, Staf Kantor Perwakilan LAI Manado. Kemudian dilanjutkan dengan perkenalan dan penjelasan program Pelatihan Dasar Trauma Healing ini. Ada tiga sessi yang dilalui pada hari pertama ini; 1) Jika Allah Mengasihi Kita, Mengapa Kita Menderita?, 2) Menyembuhkan Hati Yang Terluka, 3) Perjalanan Dukacita. Keterbukaan peserta sudah kami rasakan sejak sessi Pertama, Jika Allah Mengasihi Kita. Mengapa kita menderita. Ada beberapa peserta yang sudah mengungkapkan pengalaman terluka yang tidak selalu dikaitkan dengan bencana yang dialami. Demikian juga pada sessi kedua, ketiga dan, kegiatan meratap dan mendengar. Kegiatan ini dilakukan sekaligus membuka ruang bagi peserta untuk memulihkan diri dengan bercerita dan melatih diri untuk dapat menolong rekannya pulih. Kegiatan pelatihan di hari pertama berlangsung sampai dengan pukul 17.00 WITA.

Hari kedua pelatihan dimulai pukul 08.00 dan ada empat sessi yang diberikan; 1) Melayani Anak-anak, 2) Pelayanan Bagi Hamba Tuhan, 3)Pengampunan, 4) Membawa Luka Pada Salib Yesus. Pada akhir kegiatan peserta diberi kesempatan untuk meratap dan berbagi pengalaman (latihan mendengarkan). Hari kedua pelatihan ini diakhiri sessi sekaligus kebaktian , dengan tema Membawa Luka pada Salib. Peserta diajak untuk mengingat kembali perjalanan luka mereka dan mengingat bahwa Yesus, yang di salib itu ikut menanggung luka, derita, dan dosa manusia. Kegiatan berakhir pada pk 16.30. Ada pengalaman fasilitator untuk mendampingi seorang ibu yang datang ke gereja usai kegiatan dan mencurahkan pengalaman kehilangan suami dan dua orang anak serta orangtuanya. Kesempatan mendengar dan mendoakan menjadi hal yang menggetarkan.

Hari Ketiga Pelatihan Dasar Trauma Healing dimulai pukul 08.00 dan diisi dengan satu sessi, Persiapan Menghadapi Bencana/ Merespon Krisis. Selebihnya diisi dengan Evaluasi, Umpan Balik dan penutup. Pada bagian evaluasi dapat dilihat bahwa peserta memahami apa yang mereka terima mulai dari sessi pertama sampai terakhir. Umpan balik ada beberapa harapan peserta untuk dapat menerapkan apa yang mereka terima, sekaligus harapan untuk dilaksanakan kegiatan lanjutan (lihat lampiran umpan balik). RTL, ada kelompok yang siap melakukan kelompok pemulihan di daerah pelayanannya. Ada juga yang harus menunggu hasil rapat dengan majelis. Para fasilitator mendorong peserta untuk melanjutkan apa yang mereka dapatkan mulai dari lingkup keluarga atau tetangga terdekat, menjadi sahabat yang sama-sama bangkit memulihkan trauma.
Kiranya apa yang dilakukan selama 3 hari ini dapat bermanfaat bagi saudara-saudara kita, khususnya mereka yang menjadi korban bencana alam di Palu dan sekitarnya ini. [Tim TH]

Cerita Dari Tenda Pengungsi

LAI Peduli Palu

title

Masih dalam gerakan LAI Peduli Palu, pada tahap II ini, 11-15 Desember 2018 ada 4,100 eksemplar Alkitab dan 10.700 eksemplar buku bacaan anak yang akan dibagikan ke tengah-tengah para pengungsi korban gempa bumi dan tsunami di Palu, Donggala, dan Sigi. Fokus pendistribusian bantuan pada tahap II ini dikonsentrasikan untuk para korban gempa bumi dan likuifaksi yang ada di kecamatan Kulawi.
Tanggal 11 Desember 2018, setiba di Bandara Mutiara, Palu, tim LAI, yang dipimpin oleh Bp. Sigit Triyono (Sekretaris Umum LAI) ke tenda-tenda pengungsi yang ada di desa Jono, Wisolo, dan Rogo, Kecamatan Sigi untuk mendistribusikan bantuan Alkitab dan Bagian-bagiannya kepada para pengungsi yang berasal dari berbagai denominasi gereja. Sejatinya bantuan akan langsung diserahkan kepada para pengungsi yang ada di ketiga desa di atas, namun karena keterbatasan waktu, tim LAI hanya dapat mendatangi desa Jono saja. Bantuan 140 eksemplar Alkitab untuk para pengungsi diserahkan untuk jemaat Bala Keselamatan (BK) dan diterima langsung oleh Pimpinan Jemaat Bala Keselamatan Jonojindi, Letnan Ferdinand dan 180 eksemplar bacaan untuk anak-anak diserahkan langsung kepada anak-anak pengungsi. Sedangkan bantuan 200 eksemplar Alkitab dan 250 eksemplar buku bacaan anak-anak untuk pengungsi di desa Rogo dan Wisolo diterima secara simbolis oleh Mayor Bambang.
Mengingat terbatasnya waktu (12-15 Desember 2018) bagi Tim LAI untuk mendistribusikan bantuan Alkitab dan bagian-bagian ke seluruh wilayah berdampak bencana yang tersebar di Palu, Dongala, dan Sigi, maka Tim LAI membagi diri menjadi 2 rombongan. Rombongan pertama terdiri dari Alpha Martyanta (LAI), Wati Runtuwene dan Jean Tacoh (KKPD LAI Mitra Palu), Pdt. Merry (Sinode Gereja Protestan Injili di Donggala/GPID) berfokus di wilayah Kabupaten Kulawi, dengan 3 titik lokasi pembagian, yaitu: para pengungsi d desa Salutome, desa Makuhi dan desa Buladangko. Rombongan kedua terdiri dari Ansye Wattimury (LAI Manado), Mayor Santy White (Pimpinan Koprs 1 Bala Keselamatan, Palu) difokuskan untuk membantu para pengungsi yang ada di wilayah Salua dan Siroa.

Yang direncanakan tidak sesuai dengan pelaksanaannya, rombongan Bp. Alpha dan kawan-kawan tidak dapat menuju ke wilayah Kulawi karena jalur menuju desa Salua diterjang banjir bandang, sehingga kendaraan harus antri berjam-jam. Akhirnya diputuskan kembali ke Palu dan pembagian untuk Kulawi akan dilaksanakan tanggal 15 Desember 2018.

Agar dapat tiba di Kulawi sebelum tengah hari, Tim LAI sejak subuh-subuh menyiapkan diri, mengingat ada proyek pengerjaan jalan yang menerapkan sistim buka-tutup jalan. Saat melewati desa Salua, yang beberapa hari lalu terjadi banjir bandang, masih terdapat material bebatuan dan bongkahan kayu-kayu yang terbawa arus di sisi kanan-kiri jalan. Akhirnya Tim LAI tiba di Kulawi pukul 09.00 pagi, dan langsung menuju ke desa Buladangko, di sini LAI menyerahkan 100 eksemplar Alkitab dan 350 bacaan anak-anak. Karena tim harus mengejar waktu sebelum jam 12.00 harus melewati lokasi buka-tutup jalan, maka tim LAI tidak dapat membagikan secara langsung Alkitab dan bacaan anak-anak kepada jemaat di desa Salutome dan desa Makuhi. Tim LAI menitipkan bantuan tersebut kepada jemaat GPID di desa Tangkolowi yang akan mengantarkan bantuan kepada jemaat di kedua desa tersebut.

Di samping itu tim LAI menyerahkan 300 eksemplar Alkitab dan 1.000 eksemplar bacaan anak-anak kepada para pengungsi yang berasal dari gereja Toraja, dan bantuan tersebut diserahkan secara simbolis dan diterima langsung oleh Pdt. Sila Pasili di kantor BPS Gereja Toraja wilayah VI. Tim LAI juga menyerahkan bantuan Alkitab dan bagian-bagiannya kepada pengungsi yang berasal dari GSJA, GMPU dan GPSI.

Perjalanan pendistribusian bantuan Alkitab Untuk Palu pada tahap II ini, memberi penegasan bahwa di samping kebutuhan jasmani berupa makanan, minuman, dan tempat tinggal, kebutuhan rohani pun perlu mendapat perhatian agar iman mereka dikuatkan dan pengharapannya ditumbuhkan, khususnya pada tahap pemulihan setelah bencana.

Sebelum bantuan tahap II ini dilaksanakan, bertempat di GPID Koinonia, Palu, LAI bekerjasama dengan The Trauma Healing Institute mengadakan pelatihan Trauma Healing kepada 35 relawan yang berasal dari berbagai denominasi gereja yang ada di Palu pada 22-24 November 2018.
“Kami sangat terpukul dengan keadaan yang ada, dalam waktu singkat kami kehilangan keluarga, rumah, gedung gereja dan saudara-saudara. Dengan kejadian ini kami juga dapat melihat bagaimana saudara seiman di luar Palu, bahu-membahu membantu kami, baik dalam bentuk bantuan Jasmani (dana, makanan, sandang dll) maupun dalam bentuk Rohani (Alkitab dan buku bacaan rohani). Ini sungguh menjadi kekuatan bagi kami untuk bangkit dan membangun kembali.” ungkap Pnt. Herda dari GPID Baludangko, Kulawi.
Rencana pada bulan Januari 2019 yang akan datang, LAI bersama-sama dengan mitra pendukung akan kembali mendistribusikan 3.000 eks Alkitab dan 2.000 eks Alkitab untuk Anak untuk para pengungsi yang ada di wilayah yang belum dapat dijangkau selama ini. Kami sangat mengharapkan dukungan dan doa dari Anda semua. Semoga Tuhan memberkati rencana ini. Salam Alkitab Untuk Semua.[AM]

Natal LAI: Natal Berbagi

title

Dua minggu terakhir panitia natal LAI sibuk berbagi tugas untuk mengunjungi para pensiunan LAI, keluarga pendiri LAI, dan para mitra LAI di Jabodetabek. Semua ini sebagai ekspresi LAI untuk berbagi sukacita dengan para senior yang sudah berjasa dalam pelayanan dan kesaksian LAI.

Selain kunjungan, panitia juga melakukan Bakti Sosial ke Panti Asuhan/Rumah Singgah Kristen, Panti Werdha Kristen, dan Gereja kecil di Jabodetabek di bulan Desember ini. Tema “Mewujudkan Kepedulian Dengan Menyapa Sesama” diwujudnyatakan melalui perkunjungan-perkunjungan dan bakti sosial di atas.

Semua karyawan berpartisipasi secara nyata dalam berbagai bentuk fisik maupun non fisik sebagai penghayatan atas ucapan syukur Natal. Semua sudah merasakan diberi berkat olehNya, saatnya berbagi berkat. Siapapun sepakat bahwa “memberi lebih membahagiakan ketimbang diberi.” Berbagi sukacita adalah bagian dari memberi.

Semangat berbagi “keluar” sudah menjadi bagian dari pelayanan dan kesaksian LAI. Betapa tidak, tahun 2018 ini LAI sudah membagikan Alkitab dan bagian-bagiannya tidak kurang dari 140.000 exp. ke delapan wilayah pelosok Indonesia, dari Sumatera Utara sampai Papua. Termasuk berbagi untuk para korban bencana di beberapa tempat.

LAI juga berbagi pengetahuan Alkitab melalui program-program seminar, lokakarya, studi-studi, dialog, talkshow, lomba-lomba, paket wisata Alkitab dan Pembarantasan Buta Aksara/Pembaca Baru Alkitab (PBA). Semuanya dilakukan bersama mitra LAI, baik individu maupun lembaga.

Sesuai dengan mandat yang diberikan oleh negara maupun Gereja-gereja di Indonesia, LAI akan terus berbagi kasih sampai ke ujung bumi. LAI juga mengajak semua mitra untuk bersama-sama dalam arak-arakan berbagi kasih ini. Bila semua bersinergi dalam berbagi, maka “Alkitab untuk Semua” semakin terwujud di bumi ini.

Natal LAI sebagai momen untuk menyegarkan semangat berbagi di kalangan internal LAI. Dengan “Natal Berbagi” diharapkan menjadi pembeda dari Natal-natal yang lain yang diselenggarakan oleh Gereja masing-masing karyawan LAI. Dengan perbedaan ini, maka prosesi merayakan Natal 2018 di LAI diikuti dengan lebih bersemangat dan menggairahkan bagi semua keluarga LAI.

Untuk memberi dan berbagi, tidak harus menunggu kaya raya dulu. Bukankah memberi dalam keterbatasan sudah diteladankan oleh Alkitab? Mendoakan, mewartakan dan mendonasikan berkatNya adalah bentuk berbagi yang sangat riil.

Pada puncak perayaan Natal LAI yang akan diselenggarakan pada 11 Januari 2019, akan ada keunikan tersendiri yang menjadi “magnet” bagi siapapun yang akan diundang hadir. Mari hadir (bila diundang) dan menikmati suasana berbagi yang pasti akan sangat membahagiakan.

Oleh : Sigit Triyono (Sekum LAI)

Salam Alkitab Untuk Semua

Membaca Alkitab Di Pegunungan.

title

Banyak sudah Alkitab disebarkan ke pelosok negeri, tapi masih banyak umat yang tidak bisa baca tulis. Di pegunungan Wilayah Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah adalah salah satunya.

Masih ada lebih kurang 5000 orang anak-anak usia sekolah dan orang tua yang buta aksara. Mereka rajin ke Gereja namun hanya bisa mendengar Firman dari kotbah Pendeta.

LAI bekerjasama dengan Gereja-gerejadi tiga Kecamatan: Tinombo, Palasa, dan Sidoan, Kab. parigi Moutong, menjawab tantangan ini dengan penyelenggaraan program literasi Pembaca Baru Alkitab (PBA = Pemberantasan Buta Aksara).

Hari ini 13/12/2018, di GKST Maranatha Tinombo, Parigi Moutong, Sulawesi Tengah telah dilakukan pembukaan program PBA dan dilanjutkan pembekalan para Korwil dan Tutor sampai besok 14/12/2018.

Tim yang terlibat dalam pekerjaan ini membutuhkan mental baja, fisik prima dan kreativitas istimewa agar program yang akan diikuti 1.100 peserta bisa berhasil dalam waktu 11 bulan ke depan. Medan layanan yang bergunung-gunung, peserta yang sangat bervariasi usianya, dan fasilitas yang terbatas merupakan tantangan tersendiri.

Untuk menghadapi semua tantangan, maka ada empat hal yang harus dihayati para Koodinator Wilayah dan Tutor, yaitu:

Pertama, tugas ini adalah tugas dari Tuhan. Tidak semua orang diberi kepercayaan untuk mengerjakan pekerjaan Tuhan. Selayaknya kita harus serius dan tidak main-main dengan ini. Kalau menghadapi kesulitan, tidak perlu kecil hati karena Tuhan pasti menguatkan kita.

Kedua, kita semua yang menjadi Korwil dan Tutor sudah menyatakan kesediaan dan kesanggupannya untuk menjalankan tugas ini. Bukan karena paksaan dari siapapun, tapi karena kemauan kita sendiri. Untuk itu kita harus bertanggung jawab atas pilihan ini. Bila ada tantangan dan hambatan pasti semua tidak akan lari dari tanggung jawab.

Ketiga, yang akan kita ajar sesungguhnya anak-anak atau orang tua yang pintar. Buktinya, meski mereka belum bisa baca tulis, tapi mereka semua bisa membaca uang. Mereka tahu mana pecahan uang 100.000, 50.000, 20.000, dan pecahan lain. Berarti sesungguhnya mereka pintar, dan tidak ada alasan untuk pesimis mengajar mereka baca tulis.

Keempat, tugas pekerjaan ini adalah mengantar umat bertemu dengan Tuhan melalui membaca Alkitab. Selayakmya para Korwil dan Tutor membaca Alkitab lebih dulu sebelum mengajar peserta agar bisa bersama-sama memahami Alkitab.

Empat hal di atas saya sampaikan pada saat sessi pembekalan Korwil dan Tutor siang ini. Ketika saya bertanya apa yang akan di dapat oleh para Korwil dan Tutor? Pak Agus, salah seorang Tutor menjawab dengan yakin: "Kami akan diberkati dan menjadi berkat bagi banyak orang." Luar biasa.

Kita semua berdoa agar semakin banyak umat bertemu dengan Tuhan dan mengalami hidup baru sesudah membaca Alkitab.
Oleh Sigit Triyono (Sekum LAI)

Salam Akitab Untuk Semua

Belajar Dari Yohanes Pembaptis

Dok. : Istimewa

title

Yohanes Pembaptis, lahir (± 7 sM) dari satu keluarga yang sudah lanjut usia, yaitu ayahnya, imam Zakharia dan ibunya, Elisabet. Yohanes dewasa tinggal dan hidup di padang gurun Yudea (Lukas 1:80), dan di situlah ia menerima panggilan menjadi nabi pada ± tahun 27 M (Lukas 3:2). Yohanes Pembaptis adalah seorang pendoa, dia juga mengajarkan tentang berdoa kepada murid-muridnya (Matius 3:4). Yohanes adalah pria yang tegas dan sederhana, saat hidup di padang gurun Yudea dia hanya memakai jubah bulu unta, ikat pinggang kulit, makanannya "belalang" dan madu hutan (Markus 1:6). Namun, di situlah ia menerima panggilan menjadi nabi (kira-kira tahun 27 M). Sesudah Roh kenabian menghinggapi dia, dia menjadi pengkhotbah yang sangat berani menyuarakan berita pertobatan dan pengampunan dosa kepada banyak orang. Berbondong-bondong orang datang mendengar dia, dan banyak dari antara mereka yang dia baptiskan di Sungai Yordan, sesudah mereka mengakui dosa-dosa mereka.

Sikapnya terhadap para pemimpin Israel merupakan kutukan yang sangat berat. 'Kapak sudah tersedia pada akar pohon' demikian ia mengingatkan mereka (Matius 3:10; Lukas 3:9). Ia menyebut para pemimpin agama bangsa itu keturunan ular beludak (Matius 3:7), dan dengan gamblang ia menyatakan sama sekali tidak ada artinya kalau hanya tinggal nama saja keturunan Abraham. Hidup yang baru harus mulai; waktunya sudah tiba untuk memanggil keluar dari segenap bangsa itu suatu sisa yang taat, yang bersedia menerima kedatangan Kristus yang sudah sangat dekat, dan menghadapi penghakiman yang hendak diadakan-Nya. Nabi Yohanes menganggap dan juga mengatakan, bahwa dia hanyalah perintis jalan bagi Kristus yang sedang datang, dan - sejauh bertalian dengan Kristus - dia juga berkata tidak layak bahkan untuk melakukan pekerjaan yang paling hina pun. Jika pelayanan Yohanes dicirikan oleh baptisan dengan air, maka pelayanan Kristus dicirikan oleh baptisan dengan Roh Kudus dan api.

Di antara orang yg datang kepada Yohanes untuk dibaptiskan ialah Yesus. Ia disambut oleh Yohanes sebagai Yang Akan Datang itu, bahwa pelayanan Yesus tepat seperti nubuat para nabi, yaitu ciri-ciri dari zaman pemulihan. Lokasi asli dimana Yesus dibaptis di sungai Yordan terletak 8 km arah timur dari kota Yerikho, dimana sesuai dengan kisah di Injil, disanalah Yohanes Pembaptis membaptis orang-orang. "Maka datanglah kepadanya penduduk dari Yerusalem, dari seluruh Yudea dan dari seluruh daerah sekitar Yordan. Lalu sambil mengaku dosanya mereka dibaptis oleh Yohanes di Sungai Yordan" (Matius 3: 5-6). Yesus pun datang ke tempat tersebut untuk dipermandikan oleh Yohanes (Matius 3 : 3-17; Markus 1 : 9-11; Lukas 3 : 21-22; Yohanes 1:32-34). Menurut tradisi, tempat kejadian peristiwa ini letaknya dekat biara Santo Yohanes dari Gereja Ortodoks Yunani.

Konon sejak abad-abad pertama sesudah Kristus sampai tahun 1967, saat pecah Perang Enam Hari, jutaan peziarah telah mengunjungi tempat itu untuk mandi dalam pakaian putih di Sungai Yordan. Akan tetapi sangat sulit saat ini untuk mengunjungi lokasi asli dimana Yesus dibaptis, karena tempat ini tepat berada di daerah perbatasan antara Israel dan negara Yordania, dan menjadi daerah militer sampai saat ini. Untuk mengatasi kerinduan peziarah yang datang ke Tanah Perjanjian dan ingin dibaptis di Sungai Yordan, maka pemerintah Israel membuat tempat pembaptisan lainnya di dekat daerah Degania, dekat kota Tiberias, tidak jauh dari tempat keluarnya air Sungai Yordan dari Danau Galilea. Di tempat inilah jutaan peziarah dari seluruh dunia datang untuk dibaptis ataupun memperbaharui janji baptis mereka di Sungai Yordan, sungai yang sama dimana Yesus sendiri dahulu dibaptis. Walaupun lokasi tidak tepat sama, akan tetapi sungainya masih tetap sungai yang sama, yang mengalirkan air yang sama pula.

Pelayanan Yohanes tidak terbatas hanya di lembah Yordan. Berita dalam Yohanes 3:23, bahwa ia melaksanakan pembaptisan (barangkali tidak begitu lama) 'di Ainon, dekat Salim, sebab di situ banyak air', mudah terlupakan. Agaknya W.F Albright (The Archaeology of Palestine, 1956, hlm 247) benar dalam menentukan letak lokasi ini di sebelah tenggara Nabius, dekat mata air Wadi Far'ah. Artinya, di daerah yg pada waktu itu termasuk kawasan Samaria atau di daerah Skitopolis (salah satu kota dari Dekapolis). Ini dapat menerangkan sedikit tentang ciri-ciri agama Samaria pada zaman permulaan Kristen, juga ucapan Yesus kepada murid-murid-Nya dalam Yohanes 4:35-38, mengenai orang yg tinggal di daerah ini, yg diakhiri dengan kata-kata, 'Orang-orang lain berusaha dan kamu datang memetik hasil usaha mereka.' Hasil yg mereka tuai (Yohanes 4:39, 41) adalah yang ditaburkan oleh Yohanes Pembaptis.

Usai pelayanan di Samaria, Yohanes kembali ke daerah Herodes Antipas, agaknya ke Perea. Kehadirannya membuat Antipas curiga kalau-kalau dia adalah pemimpin gerakan massa, yang mungkin menimbulkan sesuatu di luar dugaan. Antipas memusuhi Yohanes, lebih-lebih lagi Herodias, istri kedua Antipas, karena Yohanes mencela perkawinan mereka tidak sah. Karena itulah dia dipenjarakan di benteng Makhaerus, dan beberapa bulan kemudian dipancung di sana.

Dalam Perjanjian Baru, Yohanes digambarkan terutama sebagai perintis jalan bagi Yesus. Dijebloskannya dia ke dalam penjara menjadi tanda bagi awal pelayanan Yesus di Galilea (Markus 1:14 dab). Dan aktivitasnya membaptiskan merupakan titik permulaan bagi pemberitaan rasuli (Kisah 10:37; 13:24 dab; bnd 1:22 dan Markus 11:1-4). Yesus menilai Yohanes ialah Elia yang dijanjikan dalam Matius 4:5 dan, yang harus datang dan menggenapi pelayanannya untuk memulihkan Israel menjelang datangnya 'hari TUHAN yang besar dan dahsyat itu' (Markus 9: 13; Matius 11:14; bnd Lukas 1: 17). Yesus juga menganggap Yohanes sebagai orang yang terakhir dan yang terbesar dalam urutan nabi: "Hukum Taurat dan kitab para nabi berlaku sampai kepada zaman Yohanes; dan sejak waktu itu Kerajaan Allah diberitakan" (Lukas 16:16). Kendati demikian dan kendati tidak ada yang melebihinya perihal citra pribadi, toh dia lebih kecil dari yang terkecil dalam Kerajaan Allah. Ia berada di ambang pintu orde baru sebagai perintisnya (seperti Musa memandang tanah perjanjian dari Pisga), tanpa ia sendiri masuk ke dalamnya. Murid-murid Yohanes tetap mempertahankan keberadaan mereka, agak lama sesudah ia mati.

Sumber: http://www.sarapanpagi.org/yohanes-pembabtis-nabi-yahya-vt36.html

Bersiaplah karena Tuhan Pasti Datang

Minggu Adven 1

title

(Lukas 21:25-36)

Entah sudah berapa lama aku mendengar kalimat ini: “Tuhan akan segera datang”, rasanya sudah ribuan kali itu diperdengarkan oleh para pendeta yang berkhotbah. Namun hingga di penghujung tahun 2018 ini, Tuhan rasa-rasanya belum juga datang. Mungkin Dia belum mau datang, atau mungkin juga Dia lupa untuk datang. Selagi Dia belum datang, biarlah aku menikmati hidup ini, melakukan semua kesenanganku, toh Dia belum datang. Mungkin Dia tidak datang.

Akankah Natal tahun ini menjadi berbeda dengan natal tahun-tahun yang lalu? Ataukah tetap sama saja. Ya, hanya berada di seputaran makanan, minuman, pesta, liburan, hura-hura, seremonial, perayaan, dekorasi natal, kembang api, dan diskon. Jika saja kita dapat kembali ke masa di mana Yesus dilahirkan lalu bertanya kepada bayi Yesus apakah Dia suka dengan cara kita merayakan kelahirannya seperti sekarang ini atau kita bertanya kepada Maria dan Yusuf apakah mereka menginginkan semuanya itu, Apakah yang akan mereka katakan?

Kita tidak pernah dapat kembali ke masa lalu, karena kita telah ada di masa kini di hari ini. Maka cobalah kita bertanya kepada Yesus, “Tuhan apakah Engkau menginginkan natal seperti yang kami rayakan selama ini? Maukah nanti Engkau hadir merayakannya bersama dengan kami? Tuhan, jika Engkau benar-benar akan datang kembali, dapatkah kami menyambut-Mu dengan perayaan pesta seperti yang sudah-sudah kami lakukan?”

Atas pertanyaan kita ini, mungkin Tuhan akan menjawab seperti ini (ay. 34-36, BIMK): “Jagalah dirimu, jangan sampai kalian terlalu sibuk berpesta-pesta dan minum minuman keras, atau terlalu memikirkan soal-soal hidupmu, sehingga kalian tidak siap ketika hari itu muncul dengan tiba-tiba. Sebab Hari itu akan datang seperti perangkap pada semua orang di muka bumi ini. Berjaga-jagalah, dan berdoalah selalu supaya kalian kuat mengatasi semua hal yang bakal terjadi dan kalian dapat menghadap Anak Manusia."

Entahkah kita menginginkan kedatangan-Nya atau tidak, entah kita menyambut-Nya atau tidak, Tuhan pasti datang. Ketika Dia datang, bukan hiruk-pikuk pesta yang dicari-Nya, apalagi sekedar makanan dan minuman. Yang dicari-Nya adalah kita. Dia akan datang dalam kemuliaan-Nya, namun sebelum itu deru perang, ketakutan, kecemasan, akan menimpa seluruh bangsa. Karena itu, hendaklah kita berjaga-jaga seperti yang diinginkan-Nya, agar ketika tanda-tanda kedatangan-Nya mulai terjadi kita tidak menjadi takut melainkan dengan penuh semangat dan keberanian kita menghadapinya sebab kita tahu bahwa Penyelamat kita sudah dekat (ay. 28).

Selamat memasuki Minggu Adven pertama.[]

Lilin Adven

Lilin Adven

title

Dalam tradisi kekristenan lilin dan Natal sudah merupakan satu kesatuan yang sukar untuk bisa dipisah lagi. Rasanya kalau kita merayakan Natal tanpa adanya lilin berarti ada sesuatu yang kurang. Sebenarnya tidak ada satu ayat pun dalam Alkitab yang mengkaitkan antara lilin dan Natal. Bagi umat Kristen, lilin itu merupakan simbol dari kelahiran Yesus yang membawakan terang ke dalam dunia ini. Lilin dapat membawa terang untuk melawan kegelapan. Terang selalu menguasai kegelapan dan tidak pernah ditelan oleh kegelapan, betapa pun kecilnya terang itu. Lilin itu ikhlas berkorban membakar dirinya sendiri agar dapat menjadi terang. Tanpa pengorbanan, sulit menjadi terang. Lilin melambangkan keberanian untuk memberikan terang. Mereka yang berada di dalam kegelapan pada suatu saat pasti akan membutuhkan terang.

Umat kristiani sering menyalakan lilin sambil berdoa. Lilin yang menyala melambangkan suatu kurban yang dilakukan sekaligus dengan mempersembahkan doa dan menerima kehendak Tuhan. Lilin dalam dekorasi Lingkaran Adven Krans pada umumnya terdiri dari lima lilin. Setiap minggu yang dilewati dinyalakan satu lilin, selama empat minggu berturut-turut. Simbol warna lilin yang digunakan adalah tiga lilin warna ungu sebagai lambang penyesalan dan pertobatan. Satu lilin merah melambangkan sukacita. Sedangkan lilin besar yang di tengah berwarna putih melambangkan lilin Kristus. Lilin ini baru dinyalakan pada hari Natal.[]

Sumber: Rasid Rachman. Hari Raya Liturgi. (Jakarta: BPK-Gunung Mulia; 2009).