Manajemen Risiko Bagi LAI

Senin 12 Maret 2018 Pengurus Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) memperkenalkan manajemen risiko kepada jajaran pimpinan dan stafnya. Bpk. A. Moenir Rony, S.E., Bendahara Umum LAI bertindak selaku narasumber dalam pertemuan ini. Bagi LAI tujuan mengadakan pelatihan ini adalah melindungi LAI dari risiko signifikan yang dapat menghambat pencapaian tujuan LAI dalam menghadirkan Alkitab Untuk Semua.

Manajemen risiko di Indonesia mulai dilirik banyak perusahaan, khususnya perbankan setelah banyak industri perbankan bangkrut karena krisis moneter yang melanda dunia di tahun 1998. Kini manajemen risiko tidak saja hanya dibutuhkan dalam industri perbankan tetapi juga oleh lembaga-lembaga, khususnya LAI. Untuk memperkecil terjadinya risiko yang terjadi dalam menjalankan visi misinya, LAI akan mengimplementasi manajemen risiko di setiap departemen dan perwakilan yang ada, karena pada jajaran tersebutlah yang mengetahui proses kemungkinan terjadinya sebuah risiko terhadap pekerjaan yang dilakukan.

Dalam mengimplementasikan ini, Departemen Pengembangan Organisasi akan bertindak sebagai motor bagi departemen, perwakilan dan unit kerja yang ada di LAI. Harapan dari diterapkannya manajemen risiko ini adalah reputasi LAI di mata Gereja dan umatbakan tetap dan terus terjaga.()

Pelatihan Untuk Menghasilkan Terjemahan Berkualitas

Untuk meningkatkan kompetensi dalam menangani proyek penerjemahan dan pengolahan naskah di lingkungan Lembaga Alkitab Indonesia dan didukung oleh United Bible  Societies  (Perserikatan Lembaga Alkitab Sedunia), LAI mengadakan pelatihan Paratext 8.0 pada tanggal 5-9 Maret 2018 di Bali. Pelatihan kali ini diadakan di Hotel Santika, tidak jauh dari Pantai Kuta, resort wisata andalan Pulau Dewata.

Paratext adalah sebuah perangkat lunak komputer yang selama ini dipakai oleh lembaga-lembaga Alkitab di seluruh dunia yang bernaung di bawah payung UBS dan SIL International untuk menunjang pekerjaan penerjemahan. Pada 2017 yang lalu, Paratext versi 8.0 hadir dengan berbagai fitur dan fungsionalitas yang disempurnakan sehingga dengan memanfaatkan teknologi ini kita dapat menghasilkan teks terjemahan yang konsisten dan akurat berdasarkan teks Ibrani, Aram, dan Yunani. Program ini juga memungkinkan penerjemah mengakses berbagai bahan pendukung seperti pedoman penafsiran, dan melihat berbagai terjemahan lain untuk perbandingan.

Pelatihan Paratext 8.0 ini diikuti oleh para pembina penerjemahan (Translation Officers) dan tenaga di bidang naskah dan produksi. Selain itu diikutsertakan juga administrator proyek penerjemahan LAI dari berbagai daerah di Indonesia.  Pada kesempatan ini, Brian Renes dan Zeth Bitjoli dari ICAP-UBS hadir sebagai pelatih yang membimbing peserta menggunakan alat bantu ini secara efektif. Materi pelatihan sebagian besar berangkat dari pengalaman di lapangan, dan meliputi bagaimana mengatasi masalah secara konkret. Itulah mengapa peserta lebih banyak diajak berlatih menyelesaikan masalah yang mereka hadapi.

Kesempatan untuk dapat belajar bersama dan saling memperkaya di antara peserta adalah hal yang patut disyukuri oleh kita semua. Diharapkan pelatihan ini semakin menguatkan komitmen LAI untuk menghasilkan terjemahan yang berkualitas. Bukankah mengupayakan kualitas adalah bagian yang tak terpisahkan dari komitmen Lembaga Alkitab Indonesia demi mewujudkan visinya menghadirkan Alkitab dalam bahasa yang mudah dimengerti? (JS)