Jumat sore (24 Agustus 2018) saya turut serta bersilaturahmi dengan Presiden Joko Widodo di Graha Oikoumene Jl Salemba 10 Jakarta Pusat. Pertemuan ini adalah bagian dari keinginan Presiden untuk mengunjungi kantor PGI dan bertemu dengan pimpinan PGI, pimpinan Gereja aras nasional dan mitra-mitra PGI. LAI bagian dari mitra PGI. Saat beliau masuk ke ruang pertemuan saya bersalaman dan saya mengucapkan “Selamat datang Pak Presiden.” Dan beliau tersenyum, menatap mata saya dengan ramah serta menggegam erat tangan saya.
Sesudah acara sambutan Ketua PGI, presentasi Pak Presiden, tanya jawab singkat, dan berdoa bersama, acara dilanjutkan dengan sessi foto bersama yang berlangsung sangat heboh. Semua peserta yang mayoritas para pendeta, berjumlah 250an, merangsek ke depan mendekat kepada Presiden dan berdesakan mengambil posisi agar masuk dalam jangkauan kamera. Dua menteri yang ikut dalam kunjungan ini (Mensekkab – Pramono Anung dan Mensesneg – Pratikno) masing-masing menjadi pengatur posisi, dan menjadi juru foto dengan menggunakan kamera HP beliau.
Isi pertemuan sangat berbobot. Semua aspirasi gereja-gereja sudah disampaikan oleh pimpinan PGI dalam pertemuan tertutup selama 30 menit, dan juga disampaikan dalam sambutan Ketua PGI di pertemuan bersama seluruh peserta. Presiden memberikan paparan dengan pertama-tama mengingatkan tentang betapa besarnya negara Indonesia yang memiliki bentangan yang sangat luas, 17.000 pulau, 721 suku bangsa, 1.100 bahasa dan berpenduduk 263 Juta orang. Berikutnya beliau memaparkan hasil-hasil kerja demi keadilan dan kesejahteraan bangsa Indonesia. Beliau juga menyampaikan masih banyak PR yang harus dikerjakan demi kejayaan Indonesia. Disampaikan juga bahwa fokus kerja berikutnya adalah pengembangan sumberdaya manusia Indonesia.
Presiden juga menyampaikan tentang keberadaan masyarakat yang bermacam-macam, ada yang “Lunak. Moderat, Ekstrem dan Keras.” Beliau mengatakan: “Kita biarkan yang lunak dan moderat, dan kita upayakan agar yang ekstrem dan keras menjadi lunak serta moderat.” Akhirnya beliau mengingatkan tentang pentingnya kewaspadaan terhadap Media Sosial. “Saya ini sudah ‘ndableg’ dengan berbagai ‘bully’ yang saya alami bertubi-tubi. Bahkan soal naik sepeda motor pada pembukaan Asian Games-pun saya juga dibully,” ungkapnya sambil tersenyum. Beliau mengingatkan agar Gereja-gereja dapat ikut serta aktif menjadi pengendali penggunaan media sosial yang positif.
Bagi saya yang mewakili Lembaga Alkitab Indonesia, kesempatan ini merupakan kesempatan yang sangat berharga secara ideologis dan praktis. Secara ideologis, LAI berada pada posisi yang sama dengan Gereja-gereja di Indonesia, yakni konsisten mendukung dan setia kepada Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Tentu saja kehadiran saya merupakan bentuk dukungan simbolik sekaligus konkret dalam perjuangan menegakkan empat pilar kebangsaan di atas.
Secara praktis, kehadiran saya di forum ini memberikan manfaat pasti dan konkret terhadap LAI. Setidaknya ada empat manfaat karena bisa bertemu dan berdiskusi dengan beberapa pihak, yaitu: (1) LAI mendapatkan pengkinian data para pemimpin Gereja-gereja anggota PGI dan Gereja aras nasional serta mitra PGI yang hadir, (2) LAI mendapatkan peluang pesanan Alkitab khusus untuk ulang tahun ke-70 salah satu Sinode Gereja, (3) LAI mendapatkan peluang membantu Pengurus Pusat PWKI dalam meningkatkan kecintaan terhadap Alkitab, dan (4) LAI mendapatkan janji bantuan dari salah satu Komisaris BUMN serta penegasan akan ada bantuan dari Dirjen Bimas Kristen Kementerian Agama RI.
Tentulah LAI juga mendapatkan manfaat “intangible” yang sangat berguna yaitu penguatan jejaring dengan Gereja-gereja di Indonesia. Hal ini sangat penting agar sinergi LAI dengan Gereja-gereja di seluruh Indonesia semakin kuat.
Dapat bertemu dengan Presiden sebuah negara besar seperti Indonesia adalah suatu anugerah tersendiri. Betapa tidak, hanya sedikit orang dari 263 juta orang penduduk Indonesia yang memiliki kesempatan untuk bertemu, bersalaman, bertatap muka dan diberikan senyuman hangat oleh Presiden negerinya. Juga dapat merasakan langsung kesederhanaannya, kerendahan hatinya, keterus-terangannya dan kejenakaannya. Lebih-lebih turut bersama-sama mendukung penyampaian aspirasi dan keprihatinan Gereja-gereja di Indonesia, dan turut mendoakan Presiden secara langsung untuk kejayaan Indonesia.
Saat Presiden Joko Widodo bergegas meninggalkan ruang pertemuan sambil menyalami satu persatu peserta, tiba giliran saya menyalami beliau, saya pegang erat tangan beliau sambil berkata: “Terima kasih Pak Presiden, saya Sigit dari Lembaga Alkitab Indonesia.” Saya tersenyum lebar dan dibalas dengan senyuman serta tatapan mata beliau yang sangat ramah, sambil mengucapkan: “ya, ya, ya.” Setidaknya dengan peristiwa ini Presiden Jokowi sudah kenal LAI.
Sore hari damai di hati. Memiliki makna tersendiri. Silaturahmi dengan Presiden Jokowi. Memberi harap kejayaan negeri. Salam Alkitab Untuk Semua.
Sigit Triyono (Sekum LAI)