Sebagai negara merdeka dan mengklaim bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, maka mulai dari para Pemimpin Bangsa sampai seluruh rakyat terus mengkampanyekan Bahasa persatuan ini kehidupan berbangsa dan bernegara. Semangat ini juga bergelora di kalangan tokoh Gereja pada waktu itu, termasuk mereka yang sedang menyiapkan lahirnya Lembaga Alkitab nasional yang mandiri.
Pada tahun 1952 dengan dibantu Lembaga Alkitab Belanda memulai proyek penerjemahan baru untuk Alkitab ke dalam bahasa Indonesia. Persiapan-persiapan untuk membentuk Tim Penerjemahan Alkitab Bahasa Indonesia terus dipersiapkan. Sampai berdirinya Lembaga Alkitab Indonesia tanggal 9 Februari 1954 Tim Penerjemahan Alkitab Bahasa Indonesia belum terbentuk. Agar pelayanan Gereja dan kehidupan umat kristiani di Indonesia terpelihara, LAI memutuskan untuk menerbitkan terbitan darurat pada tahun 1958, yaitu gabungan Perjanjian Lama Klinkert (1879) dan Perjanjian Baru Bode (1938), atau dikenal kemudian dengan nama Alkitab Terjemahan Lama.
Walaupun Alkitab ini sekarang dikenal sebagai “Terjemahan Lama”, namun nama itu belum digunakan sebelum Terjemahan Baru muncul pada tahun 1974. Istilah “Terjemahan Lama” barulah digunakan mulai tahun 1974 untuk membedakannya dengan Terjemahan Baru. Terjemahan Lama ini bukanlah terjemahan yang paling lama, paling tua atau paling asli dalam bahasa Indonesia, sebab sebelumnya sudah ada belasan terjemahan lainnya dalam bahasa Melayu/Indonesia.[3FQ]