Keberagaman Yang Menyatukan

title

Perjalanan pendistribusian Alkitab Satu Dalam Kasih (SDK) Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) di Kepulauan Kei membawa kesan tersendiri bagi saya. Bagaimana tidak, selain alamnya yang indah, kepulauan Kei juga memiliki nilai keberagaman dan toleransi yang tinggi di antara masyarakatnya.

Pendistribusian Alkitab dilakukan di Kei Kecil (Ur Pulau, Warwut, dan Ohidertawun) dan Kei Besar (Tamangil, Lahairoi Lerohoilim, Ur Ohoimejan, dan Ad). Perjumpaan tim SDK LAI dengan umat Tuhan di Kei Kecil dan Kei Besar sungguh luar biasa. Ada yang istimewa saat kami tiba di sebuah desa bernama Tamangil, kami disambut oleh tarian anak-anak sekolah dasar, bahkan saudara-saudara umat Muslim juga menyambut kedatangan kami. Semua sukacita, semua membaur jadi satu. Tidak ada perbedaan di antara umat Kristiani dan Muslim. Kami merasa diterima seperti layaknya keluarga.

Dalam perjalanan SDK kali ini jumlah peserta atau Tim SDK LAI yang ikut ada sekitar 20 orang. Mereka adalah para Mitra LAI yang berasal dari KKPD LAI Mitra Bandung, KKPD LAI Mitra Jakarta, utusan dari Yayasan BPK Penabur Jakarta, dan beberapa warga gereja di sekitar Jabodetabek, serta staf LAI, baik dari Kantor Pusat maupun Perwakilan LAI Makassar. Tim SDK LAI kali ini datang dari berbagai daerah yang berbeda, usia yang berbeda, bahkan profesi yang berbeda-beda. Namun, satu tujuan kami, yaitu untuk menyampaikan Kabar Baik. Harapan Tim SDK LAI adalah agar Alkitab yang digalang sampai ke tangan saudara-saudara yang benar-benar membutuhkan Firman Tuhan di Kepulauan Kei, sehingga mereka nantinya dapat semakin mengenal Yesus Kristus, Sang Sumber Hidup itu sendiri.

Syukur kepada Tuhan atas penyertaan-Nya sepanjang 24-30 Oktober 2018, di mana Tim SDK LAI sudah diberikan kelancaran dalam perjalanan mendistribusikan 11.720 eks Alkitab dan Bagian-bagian hasil dukungan program SDK untuk Gereja-gereja dan jemaat di Kepulauan Kei. Kiranya nama Tuhan Yesus Kristus yang terus menjadi pemersatukan keberagaman kami dalam mewartakan Kabar Baik, sehingga firman Tuhan akan terus tersebar di seluruh pelosok negeri ini. [zegyp]

Ambe…Ambe…Tolong Kami Menyeberang

title

Masih seputar pelayanan kami di pedalaman Boven Digoel bersama dengan Lembaga Alkitab Indonesia.

Waktu itu, kami baru menyelesaikan perjalanan dengan jalan kaki menembus hutan pergi pulang ke kampung Yetetkun dari Ninati. Dari Ninati kami harus menyebrang sungai yang airnya lumayan deras. Kembali dari pelayanan ke Yetetkun, hari sudah gelap. Kami sampai di tepi sungai dan ternyata ketinggian air sungai meningkat dibanding pagi tadi ketika kami berangkat. Alat penyeberangan hanyalah rakit, namum tidak ada yang bisa mengoperasikannya karena memang tidak ada orang lagi selain kami. Salah seorang anggota tim pun berteriak minta tolong kepada warga yang tinggal di seberang sungai (wilayah Ninati). "Ambe... Ambe.. Tolong kami menyebrang, bisakah?", demikian teriaknya berulang-ulang. (Ambe: artinya Bapak). Lumayan lama kami menunggu dan anggota tim, namanya Pdt Alon, terus berteriak. Sementara itu nyamuk dan serangga hutan sudah mulai mengerubuti dan menggigit kami. Kurang lebih 30an menit kemudian ada sahutan dari seberang, "yoi...sebentar. Ambil dayung dulu!" Kira-kira 10 menit kemudian, datanglah seseorang dengan nyala bara rokok yang sangat nampak dalam kegelapan. Pdt. Alon kembali berteriak, "Ambe, tolong kami kah?" "Yoi, sebentar dulu!", sahutnya dari seberang tepi sungai.

Orang itu mendayung kole-kole (sampan dari batang pohon yang dipahat dengan ketebalan kurang lebih 5 cm). Begitu sampai di tepi sungai tempat kami berdiri, kami baru tahu bahwa yang menduyung sampan itu adalah seorang ibu. Pdt Alon segera berseru, "Aduh Enang terimakasih mau tolong kami". Enang (Artinya ibu) itu menyahut, "cepat sedikit, air su mulai deras, mama tidak sanggup tarik rakit terlalu berat, jadi mama pakai kole-kole ini". Ia melanjutkan, "yang badan besar naik satu, yang badan kecil bisa dua. Nanti kole-kole terbalik dan tenggelam!" Wow, teriakan si Enang menggetarkan hati kami juga, terbayang arus air mulai deras dan ancaman sampan terbalik.

Pertama yang naik adalah istri saya dan Pdt Alon. Begitu naik ke kole-kole, si Enang berteriak, "langsung duduk, nanti sampan terbalik!" nampak kedua penumpang langsung duduk dan terdiam.

Sekarang giliran saya, kembali si Enang berteriak, "pak pendeta satu orang saja, nanti sampan tenggelam!" Dalam hati saya berpikir, "sebesar apa sih badan saya, sampai-sampai kole-kole bisa tenggelam?" Namun saya tidak berani berdebat, yang terpikir adalah segera sampai ke seberang dan segera lanjut perjalanan ke Tanah Merah. Kembali si Enang berkata, "sudah langsung duduk, pak pendeta. Diam sa di situ" Lengkap sudah kepanikan saya. Dengan sigap si Enang mendayung dan bermanuver mengatasi derasnya arus, dan beberapa saat kemudian kami sudah sampai di seberang sungai. Setelah itu si Enang kembali mendayung untuk menjemput dan menyebrangkan anggota tim yang lainnya sampai semua tiba di seberang. Sekali lagi sebuah pengalaman yang mengubahkan saya.

Dari penyeberangan ini, saya belajar arti percaya bahwa Tuhan menolong tepat pada waktunya. Tepat seperti yang diimani oleh Pemazmur, "Pertolonganku ialah dari TUHAN.... tidak terlelap dan tidak tertidur Panjaga Israel. Tuhanlah penjagamu..." (Maz. 121).

Yang kedua, tentang keseimbangan. Tubuh yang kaku tidak dapat mengikuti akselerasi gerakan kole-kole dan bisa menyebabkan kole-kole terbalik. Bagi saya kole-kole telah mengajarkan agar kita tetap menjaga keseimbangan dalam hidup. Kapan saat harus diam dan kapan saat berkarya. Bukankah Tuhan Yesus juga perlu waktu untuk diam sejenak di tengah karya-Nya? Tuhan pernah mengatakan kepada para murid, "Marilah ke tempat yang sunyi, supaya kita sendirian, dan beristirahat seketika!" (Mark. 6:31).

Terimakasih Tuhan untuk pengalaman iman yang dahsyat ini. Juga tentunya terimakasih Enang yang sudah menjadi tangan Tuhan untuk menyeberangkan kami. [guruh]

Renungan Perjalanan Satu Dalam Kasih Ke Digoel

title

Perjumpaan dengan saudara-saudara seiman di enam distrik (Waropko, Nenati, Yetetkun, Kouh, Bomakia, Fovi, & Butiptiri), kabupaten Boven Digoel, Papua selama 9 hari lalu (30 September s/d. 9 Oktober 2018) menjadi sebuah persinggahan penuh makna dalam peziarahan spiritual diri ini. Perjalanan berjam-jam di atas transportasi udara, air dan darat bahkan berjalan kaki berkilo-kilo meter dengan bertelanjang kaki, tidak sama sekali membuat hasrat ini ingin mengeluh dan menyerah.

Teriknya matahari yang membakar kulit, rasa khawatir jika sewaktu-waktu adanya buaya yang muncul ke permukaan sungai dan rasa lelah karena perjalanan panjang, semua tidak berarti ketika melihat banyak umat Tuhan yang bersukacita, menangis haru, bersyukur, memeluk Alkitab yang telah kami bawa sebagai titipan dari jemaat Tuhan yang telah mau berbagi untuk sesamanya.
Ternyata Alkitab yang selama ini bagi sebagian orang dianggap sebagai "barang" biasa dan mudah diperoleh, tidak bagi saudara-saudara kita di pedalaman. Bagi mereka memperoleh Alkitab adalah suatu anugerah dan jawaban atas doa-doa yang mereka panjatkan selama berpuluh-puluh tahun. Mereka menciumi dan memeluk Alkitab yang telah mereka peroleh dengan penuh hormat, sebagai tanda betapa mereka bersyukur bisa mendapatkannya.

Bukan sebagai buku, tetapi sebagai Sabda Tuhan yang diimani dapat memberikan kehidupan.
Bagaimana dengan mu? masihkah?

Ada banyak makna hidup yang mempertajam kehidupan spiritual selama perjalanan itu. Melalui perjumpaan dengan mereka, aku berjumpa dengan Allah yang mau menjumpai umat Nya dalam segala kondisi. Allah yang memanggil setiap umat untuk saling mengasihi, menopang dan berbagi dalam segala kondisi sebagai wujud cinta kasih. Allah yang turut merasa seperti umat Nya.

Terima kasih untuk setiap umat Tuhan yang telah ikut berdoa, mendukung dan berdonasi untuk umat Tuhan di pedalaman melalui Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), kiranya Tuhan menyempurnakan pelayanan bersama ini.[elkahana]

Penyebaran Alkitab SDK ke Boven Digoel & Solidaritas Sulteng

Tiga buah kendaraan double gardan yang siap menemani Tim SDK LAI menyebarkan Alkitab di pedalaman Boven Digoel, Papua.

title

Pikiran dan hati terpecah antara Sulawesi Tengah dan Boven Digoel. Betapa tidak. Pemulihan kondisi pasca gempa Lombok belum pulih seratus persen, tiba-tiba gempa dahsyat dan tsunami secara mengejutkan melanda Palu dan Donggala. Jadwal pelayanan program penyebaran Alkitab Satu Dalam Kasih (SDK) ketiga 2018 (sesudah Sumba Timur dan Halmahera Barat) yang diarahkan ke Kabupaten Boven Digoel Papua harus tetap dijalankan. Belarasa dan solidaritas kepada para korban gempa dan tsunami Sulawesi Tengah juga harus terus digerakkan demi kemanusiaan.

Perjalanan SDK 30 September - 9 Oktober 2018 sudah dimulai. Perjalanan diawali dengan pesawat besar dari Jakarta-Merauke dan transit di Makassar pada tengah malam. Kemudian sesudah menunggu enam jam di Merauke disambung dengan pesawat kecil menuju Tanah Merah Ibu kota Kabupaten Boven Digoel. Dari Jakarta tanggal 30 September malam dan sampai Tanah Merah tanggal 1 Oktober sore. Sekira 18 jam. Malamnya diadakan acara kebaktian pembukaan SDK di GKI Di Tanah Papua Jemaat Sion Tanah Merah dan dilanjutkan dengan pemberian Alkitab secara simbolik kepada perwakilan 8 denominasi Gereja yang menjadi sasaran penyebaran Alkitab. Acara yang juga dihadiri wakil Pemda Boven Digoel sangatlah mengharukan, karena ada seorang penginjil yang bercerita bahwa umat di daerah penginjilannya sudah menunggu puluhan tahun untuk mendapatkan Alkitab. Puji Tuhan kali ini ada dermawan para mitra LAI yang dikirim Tuhan untuk membawa Alkitab.

Hari ini 2/10/2018 pengiriman Alkitab ke pedalaman Boven Digoel tepatnya ke daerah Nenati yang melewati Timbutka dan Waropko akan ditempuh sekira 5 jam dengan mobil double gardan dan berjalan kaki beberapa kilometer. Kembali besoknya melewati Yetetkun dan lanjut ke Tanah Merah lagi. Perjalanan ke Kouh, Bomakia, dan Fofi akan ditempuh dengan kapal kecil menyusuri sungai Digoel dan dilanjutkan dengan sepeda motor plus berjalan kaki. Dalam perjalanan kali ini Tim terdiri atas 6 orang dari Jakarta dan 2 orang dari Perwakilan Jayapura yang membawa 13.600 Alkitab dan 40 paket buku-buku plus media belajar Sekolah Minggu.

Untuk menumbuhkan rasa nasionalisme dan kebangsaan, setelah usai pengiriman semua Alkitab, pada hari terakhir Tim SDK merencanakan untuk mampir ke Rumah Tahanan Bung Hatta yang digunakan pada tahun 1940an di Pinggiran Sungai Digoel. Ada perpaduan nuansa religiusitas, kemanusiaan dan kebangsaan dalam perjalanan SDK kali ini. Medan yang tidak mudah, hati yang terpecah dan kenangan akan perjuangan kemerdekaan Indonesia menjadi bagian perjalanan 10 hari ke wilayah paling timur Indonesia. LAI akan terus mewujudkan "Alkitab Untuk Semua" sampai ke pelosok Nusantara agar FirmanNya hadir bagi setiap orang. Salam Alkitab Untuk Semua. []

Sigit Triyono (Sekum LAI)