Menyampaikan Kabar Baik ke Pedalaman Sintang

title

membagikan Alkitab dukungan Satu Dalam Kasih (SDK) Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) kali ini begitu melelahkan buat saya, dibandingkan perjalanan-perjalanan SDK sebelumnya yang pernah saya ikuti. Rasanya tidak ada waktu yang cukup untuk membagikan Firman Tuhan di wilayah Sintang, Kalimantan Barat yang amat luas ini. Tidak kenal pagi, siang, dan malam, Tim SDK LAI terus bergerak membagikan Kabar Baik kepada Gereja-gereja dan umat Kristiani di wilayah pedalaman Sintang.

Meskipun sudah naik mobil, speed boat, sepeda motor, dan jalan kaki tapi perjalanan ini sangat melelahkan bagi saya. Karena kelelahan dan demam, saya terpaksa istirahat 1,5 hari dan menuntaskan perjalanan SDK ke Sintang sampai hari ini, Jumat, 9 November 2018untuk kembali ke Pontianak. Sementara rekan-rekan Tim SDK LAI masih harus menyerahkan dan menyelesaikan administrasi dan besok 10 November baru kembali ke Jakarta.

Menurut saya sebenarnya perjalanan SDK LAI ini menyenangkan, karena kita ada di tengah-tengah alam ciptaan Tuhan yang ada di Bumi Kalimantan. Kita dapat menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Kita dapat langsung bertemu dan bertatap muka dengan jemaat-jemaat Kristiani di pelosok-pelosok wilayah Sintang. Kita juga dapat bertemu dengan para Pendeta yang mempunyai semangat pelayanan yang tinggi, karena disamping mereka harus membangun dan menguatkan jemaatnya, para Pendeta ini juga terpaksa harus berladang sekedar mencukupi kebutuhan hidupnya. Karena memang jemaat-jemaat ini penuh dengan keterbatan, baik ekonomi jemaat maupun penerimaan gereja dari persembahan.

Bagi saya pribadi, perjalanan SDK LAI ini baik untuk penyegaran dan pertumbuhan Rohani. Karena kita bisa bertemu langsung dengan jemaat penerima bantuan Alkitab program SDK LAI yang telah didukung oleh jemaat perkotaan. Kemarin saat kami berkunjung ke Kayan, di daerah Tebidah, banyak jemaat anak-anak, remaja, dan pemuda yang bersekolah di SMP dan SMA. Mereka membantu mengangkat ratusan dus Alkitab untuk sampai ke Gerejanya. Melihat banyaknya orang muda di Kayan ini, Pendeta Hoseas, berkata: “Kalimantan masih terbuka luas kesempatan untuk memberitakan Kabar Baik. Ladang sudah menguning. Kita masih membutuhkan banyak para pekerjanya. Mereka, orang muda inilah calon pekerja-pekerja di Ladang Tuhan, karena Alkitab yang mereka rindukan kini sudah dapat dipelajari.” Inilah secuil kisah perjalanan SDK LAI ini di Sintang. Semoga dapat menjadi berkat bagi kita semua.[Ernanto]

Keberagaman Yang Menyatukan

title

Perjalanan pendistribusian Alkitab Satu Dalam Kasih (SDK) Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) di Kepulauan Kei membawa kesan tersendiri bagi saya. Bagaimana tidak, selain alamnya yang indah, kepulauan Kei juga memiliki nilai keberagaman dan toleransi yang tinggi di antara masyarakatnya.

Pendistribusian Alkitab dilakukan di Kei Kecil (Ur Pulau, Warwut, dan Ohidertawun) dan Kei Besar (Tamangil, Lahairoi Lerohoilim, Ur Ohoimejan, dan Ad). Perjumpaan tim SDK LAI dengan umat Tuhan di Kei Kecil dan Kei Besar sungguh luar biasa. Ada yang istimewa saat kami tiba di sebuah desa bernama Tamangil, kami disambut oleh tarian anak-anak sekolah dasar, bahkan saudara-saudara umat Muslim juga menyambut kedatangan kami. Semua sukacita, semua membaur jadi satu. Tidak ada perbedaan di antara umat Kristiani dan Muslim. Kami merasa diterima seperti layaknya keluarga.

Dalam perjalanan SDK kali ini jumlah peserta atau Tim SDK LAI yang ikut ada sekitar 20 orang. Mereka adalah para Mitra LAI yang berasal dari KKPD LAI Mitra Bandung, KKPD LAI Mitra Jakarta, utusan dari Yayasan BPK Penabur Jakarta, dan beberapa warga gereja di sekitar Jabodetabek, serta staf LAI, baik dari Kantor Pusat maupun Perwakilan LAI Makassar. Tim SDK LAI kali ini datang dari berbagai daerah yang berbeda, usia yang berbeda, bahkan profesi yang berbeda-beda. Namun, satu tujuan kami, yaitu untuk menyampaikan Kabar Baik. Harapan Tim SDK LAI adalah agar Alkitab yang digalang sampai ke tangan saudara-saudara yang benar-benar membutuhkan Firman Tuhan di Kepulauan Kei, sehingga mereka nantinya dapat semakin mengenal Yesus Kristus, Sang Sumber Hidup itu sendiri.

Syukur kepada Tuhan atas penyertaan-Nya sepanjang 24-30 Oktober 2018, di mana Tim SDK LAI sudah diberikan kelancaran dalam perjalanan mendistribusikan 11.720 eks Alkitab dan Bagian-bagian hasil dukungan program SDK untuk Gereja-gereja dan jemaat di Kepulauan Kei. Kiranya nama Tuhan Yesus Kristus yang terus menjadi pemersatukan keberagaman kami dalam mewartakan Kabar Baik, sehingga firman Tuhan akan terus tersebar di seluruh pelosok negeri ini. [zegyp]

Membagi Kasih di Kepulauan Kei Kecil dan Kei Besar

title

Ini pertama kali saya mengikuti program SDK LAI (Satu Dalam Kasih) Lembaga Alkitab Indonesia (LAI). Program ini mendistribusikan Alkitab bagi jemaat-jemaat di P. Kei hasil sumbangan donatur. Beberapa kali saya hanya mendengar cerita dari pak Sigit Triyono. Cerita tentunya berbeda dengan kenyataan yang sesungguhnya.

Sebelum berangkat saya tdk pernah mencari tahu bagaimana jemaat Ur Pulau, jemaat Tamangil dan lainnya. Karena berangkat atau tdk masih belum bisa saya pastikan, walaupun saya bertekad untuk ikut tapi kalau bergerak saja sakit apa bisa dengan tekad saja?

Akhirnya di last minute, saya bisa memastikan ikut pergi. Jadi saya tidak bisa membayangkan bagaimana medan pelayanannya di sana. Perjalanan Jakarta-Ambon- Tual sebuah perjalanan yang biasa.

Sesampai di sana sudah malam. Kami dibagi untuk tinggal di beberapa rumah jemaat. Istilah kerennya "live in". Inipun bukan masalah buat saya. Saya bisa menikmati hidup bersama dengan mereka.

Ini perjalanan spiritual.

Perjalanan iman yang tdk bisa didapatkan di tempat lain. Ketika saya disana, justru saya yg banyak diberkati oleh semua yg saya hadapi, yaitu:
1. Masyarakat di sana masih asli, belum terkontaminasi perubahan jaman yang menggilas karakter asli mereka. Kepolosan dan ketulusan mereka saya rasakan.
2. Memberi dari kekurangan mereka. Ini pelajaran kedua yang saya dapatkan. Mereka bukan jemaat yang kaya maka mereka dibantu dalam memiliki alkitab. Tapi mereka menyiapkan makanan yang luar biasa untuk dinikmati bersama jemaat. Mereka memberikan apa yang ada pada mereka. Bukan dari kelebihannya.
3. Belajar dari peserta yang kebanyakan usianya di atas 60 tahun. Saat mau berangkat terselip juga keraguan, mampukah saya? Satu dari peserta yang saya kenal. sudah berusia di atas 60 tahun. Itu yang menguatkan saya untuk semakin bertekad ikut ke sana. Tapi bukan itu saja. Ada peserta yang berusia 82 tahun. Namun semangat mereka dalam melayani luar biasa. Mereka tidak mengeluh dan pantang menyerah dalam menjalani medan pelayanan yang harus ditempuh. Mungkin banyak orang yang memilih pesiar di kota kota besar apalagi dalam usia senja. Tapi mereka memilih ikut mendistribusikan alkitab dengan biaya sendiri. Tidak murah juga biayanya. Nanti ditulisan lainnya saya akan posting tentang beberapa peserta yang menginspirasi saya di FB saya.
4. Sukacita bersama. Melihat mereka antusias mempersiapkan acara, dan bernyanyi dengan sukacita membuat kita yang datang turut bersuka cita. Mereka juga menerima dengan penuh sukacita, itu juga sukacita kami semua.
5. Toleransi yang nyata. Saat kami membagikan di salah satu jemaat Tamangil, kami disambut tarian penyambutan. Yang menari anak anak dari saudara kita kaum muslim. Mereka menari di tengah terik matahari. Bahkan penabuh rebana nya guru mereka yang menggunakan hijab. Sebuah pemandangan yang sudah langka di bumi pertiwi. Yang disambut orang Kristen yang menyambut orang muslim. Luar biasa sekali.

Terima kasih Tuhan yang mengijinkan saya mengikuti perjalanan kali. Terima kasih untuk kesempatan yang Tuhan berikan. Banyak berkat yang luar biasa yang saya terima yang menambah dan menguatkan iman percaya saya.

Mari kita berbagi berkat unt saudara kita. Menengok keluar karena di sana masih banyak yang membutuhkan pertolongan kita.
LAI salah satu lembaga yang bisa kita pakai untuk menyalurkan berkat. Salam Alkitab Untuk Semua.

Jatibening, 31 10 2018

Catur Rini Cahyadiningsih

Ambe…Ambe…Tolong Kami Menyeberang

title

Masih seputar pelayanan kami di pedalaman Boven Digoel bersama dengan Lembaga Alkitab Indonesia.

Waktu itu, kami baru menyelesaikan perjalanan dengan jalan kaki menembus hutan pergi pulang ke kampung Yetetkun dari Ninati. Dari Ninati kami harus menyebrang sungai yang airnya lumayan deras. Kembali dari pelayanan ke Yetetkun, hari sudah gelap. Kami sampai di tepi sungai dan ternyata ketinggian air sungai meningkat dibanding pagi tadi ketika kami berangkat. Alat penyeberangan hanyalah rakit, namum tidak ada yang bisa mengoperasikannya karena memang tidak ada orang lagi selain kami. Salah seorang anggota tim pun berteriak minta tolong kepada warga yang tinggal di seberang sungai (wilayah Ninati). "Ambe... Ambe.. Tolong kami menyebrang, bisakah?", demikian teriaknya berulang-ulang. (Ambe: artinya Bapak). Lumayan lama kami menunggu dan anggota tim, namanya Pdt Alon, terus berteriak. Sementara itu nyamuk dan serangga hutan sudah mulai mengerubuti dan menggigit kami. Kurang lebih 30an menit kemudian ada sahutan dari seberang, "yoi...sebentar. Ambil dayung dulu!" Kira-kira 10 menit kemudian, datanglah seseorang dengan nyala bara rokok yang sangat nampak dalam kegelapan. Pdt. Alon kembali berteriak, "Ambe, tolong kami kah?" "Yoi, sebentar dulu!", sahutnya dari seberang tepi sungai.

Orang itu mendayung kole-kole (sampan dari batang pohon yang dipahat dengan ketebalan kurang lebih 5 cm). Begitu sampai di tepi sungai tempat kami berdiri, kami baru tahu bahwa yang menduyung sampan itu adalah seorang ibu. Pdt Alon segera berseru, "Aduh Enang terimakasih mau tolong kami". Enang (Artinya ibu) itu menyahut, "cepat sedikit, air su mulai deras, mama tidak sanggup tarik rakit terlalu berat, jadi mama pakai kole-kole ini". Ia melanjutkan, "yang badan besar naik satu, yang badan kecil bisa dua. Nanti kole-kole terbalik dan tenggelam!" Wow, teriakan si Enang menggetarkan hati kami juga, terbayang arus air mulai deras dan ancaman sampan terbalik.

Pertama yang naik adalah istri saya dan Pdt Alon. Begitu naik ke kole-kole, si Enang berteriak, "langsung duduk, nanti sampan terbalik!" nampak kedua penumpang langsung duduk dan terdiam.

Sekarang giliran saya, kembali si Enang berteriak, "pak pendeta satu orang saja, nanti sampan tenggelam!" Dalam hati saya berpikir, "sebesar apa sih badan saya, sampai-sampai kole-kole bisa tenggelam?" Namun saya tidak berani berdebat, yang terpikir adalah segera sampai ke seberang dan segera lanjut perjalanan ke Tanah Merah. Kembali si Enang berkata, "sudah langsung duduk, pak pendeta. Diam sa di situ" Lengkap sudah kepanikan saya. Dengan sigap si Enang mendayung dan bermanuver mengatasi derasnya arus, dan beberapa saat kemudian kami sudah sampai di seberang sungai. Setelah itu si Enang kembali mendayung untuk menjemput dan menyebrangkan anggota tim yang lainnya sampai semua tiba di seberang. Sekali lagi sebuah pengalaman yang mengubahkan saya.

Dari penyeberangan ini, saya belajar arti percaya bahwa Tuhan menolong tepat pada waktunya. Tepat seperti yang diimani oleh Pemazmur, "Pertolonganku ialah dari TUHAN.... tidak terlelap dan tidak tertidur Panjaga Israel. Tuhanlah penjagamu..." (Maz. 121).

Yang kedua, tentang keseimbangan. Tubuh yang kaku tidak dapat mengikuti akselerasi gerakan kole-kole dan bisa menyebabkan kole-kole terbalik. Bagi saya kole-kole telah mengajarkan agar kita tetap menjaga keseimbangan dalam hidup. Kapan saat harus diam dan kapan saat berkarya. Bukankah Tuhan Yesus juga perlu waktu untuk diam sejenak di tengah karya-Nya? Tuhan pernah mengatakan kepada para murid, "Marilah ke tempat yang sunyi, supaya kita sendirian, dan beristirahat seketika!" (Mark. 6:31).

Terimakasih Tuhan untuk pengalaman iman yang dahsyat ini. Juga tentunya terimakasih Enang yang sudah menjadi tangan Tuhan untuk menyeberangkan kami. [guruh]

Refleksi Boven Digoel

title

Meskipun saya sudah berada kembali di Jakarta, namum pengalaman pelayanan di pedalaman Boven Digoel masih sangat membekas dalam ingatan.

Suatu kali di sebuah Distrik yang bernama Ninati, tim kami berkunjung ke sebuah sekolah dasar yang diampu oleh sebuah Yayasan Pendidikan Kristiani. Dalam interaksi singkat dengan para murid, kami terkaget dengan sebuah jawaban lantang seorang murid. Waktu itu salah seorang amggota tim SDK LAI melontarkan pertanyaan, "Tuhan Yesus lahir di kota mana?" Suasana segera sepi karena tidak ada seorang anakpun yang menjawab. Tiba-tiba seorang anak mengangkat jari dan berseru dengan lantang, "saya tahu, mama. Jawa Barat!". Jawaban itu tentu membuat semua anggota tim tertawa, namun tidak demikian dengan anak-anak.

Kami baru tahu kemudian, bahwa dengan tidak adanya Alkitab di tangan mereka, maka mereka tidak mempunyai sumber informasi bagi pertumbuhan iman mereka. Bahkan yang memprihatinkan adalah mereka tidak mempunyai kelas Sekolah Minggu. Kalaupun ada, sering 'bolong'-nya daripada ber-isi-nya. Kondisi ini juga terjadi di desa Yetetkun, kurang lebih 5 km sebelum perbatasan PNG.

Dibutuhkan kesehatian bersama agar kehausan akan pembinaan iman di wilayah pedalaman dapat dipenuhi. Bukankah orang yang selalu membaca dan merenungkan firman Tuhan ibarat pohon yang ditanam di tepi aliran sungai? (bdk. Maz. 1). Dibutuhkan kesehatian kita agar Alkitab bisa sampai kepada mereka yang sangat membutuhkan.

Selamat berjuang, Saudaraku. Selamat merenda rencana seminggu ke depan. Tuhan Yesus memberkati. Amin.

Salam: Guruh dan keluarga.

Renungan Perjalanan Satu Dalam Kasih Ke Digoel

title

Perjumpaan dengan saudara-saudara seiman di enam distrik (Waropko, Nenati, Yetetkun, Kouh, Bomakia, Fovi, & Butiptiri), kabupaten Boven Digoel, Papua selama 9 hari lalu (30 September s/d. 9 Oktober 2018) menjadi sebuah persinggahan penuh makna dalam peziarahan spiritual diri ini. Perjalanan berjam-jam di atas transportasi udara, air dan darat bahkan berjalan kaki berkilo-kilo meter dengan bertelanjang kaki, tidak sama sekali membuat hasrat ini ingin mengeluh dan menyerah.

Teriknya matahari yang membakar kulit, rasa khawatir jika sewaktu-waktu adanya buaya yang muncul ke permukaan sungai dan rasa lelah karena perjalanan panjang, semua tidak berarti ketika melihat banyak umat Tuhan yang bersukacita, menangis haru, bersyukur, memeluk Alkitab yang telah kami bawa sebagai titipan dari jemaat Tuhan yang telah mau berbagi untuk sesamanya.
Ternyata Alkitab yang selama ini bagi sebagian orang dianggap sebagai "barang" biasa dan mudah diperoleh, tidak bagi saudara-saudara kita di pedalaman. Bagi mereka memperoleh Alkitab adalah suatu anugerah dan jawaban atas doa-doa yang mereka panjatkan selama berpuluh-puluh tahun. Mereka menciumi dan memeluk Alkitab yang telah mereka peroleh dengan penuh hormat, sebagai tanda betapa mereka bersyukur bisa mendapatkannya.

Bukan sebagai buku, tetapi sebagai Sabda Tuhan yang diimani dapat memberikan kehidupan.
Bagaimana dengan mu? masihkah?

Ada banyak makna hidup yang mempertajam kehidupan spiritual selama perjalanan itu. Melalui perjumpaan dengan mereka, aku berjumpa dengan Allah yang mau menjumpai umat Nya dalam segala kondisi. Allah yang memanggil setiap umat untuk saling mengasihi, menopang dan berbagi dalam segala kondisi sebagai wujud cinta kasih. Allah yang turut merasa seperti umat Nya.

Terima kasih untuk setiap umat Tuhan yang telah ikut berdoa, mendukung dan berdonasi untuk umat Tuhan di pedalaman melalui Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), kiranya Tuhan menyempurnakan pelayanan bersama ini.[elkahana]

Penyebaran Alkitab SDK ke Boven Digoel & Solidaritas Sulteng

Tiga buah kendaraan double gardan yang siap menemani Tim SDK LAI menyebarkan Alkitab di pedalaman Boven Digoel, Papua.

title

Pikiran dan hati terpecah antara Sulawesi Tengah dan Boven Digoel. Betapa tidak. Pemulihan kondisi pasca gempa Lombok belum pulih seratus persen, tiba-tiba gempa dahsyat dan tsunami secara mengejutkan melanda Palu dan Donggala. Jadwal pelayanan program penyebaran Alkitab Satu Dalam Kasih (SDK) ketiga 2018 (sesudah Sumba Timur dan Halmahera Barat) yang diarahkan ke Kabupaten Boven Digoel Papua harus tetap dijalankan. Belarasa dan solidaritas kepada para korban gempa dan tsunami Sulawesi Tengah juga harus terus digerakkan demi kemanusiaan.

Perjalanan SDK 30 September - 9 Oktober 2018 sudah dimulai. Perjalanan diawali dengan pesawat besar dari Jakarta-Merauke dan transit di Makassar pada tengah malam. Kemudian sesudah menunggu enam jam di Merauke disambung dengan pesawat kecil menuju Tanah Merah Ibu kota Kabupaten Boven Digoel. Dari Jakarta tanggal 30 September malam dan sampai Tanah Merah tanggal 1 Oktober sore. Sekira 18 jam. Malamnya diadakan acara kebaktian pembukaan SDK di GKI Di Tanah Papua Jemaat Sion Tanah Merah dan dilanjutkan dengan pemberian Alkitab secara simbolik kepada perwakilan 8 denominasi Gereja yang menjadi sasaran penyebaran Alkitab. Acara yang juga dihadiri wakil Pemda Boven Digoel sangatlah mengharukan, karena ada seorang penginjil yang bercerita bahwa umat di daerah penginjilannya sudah menunggu puluhan tahun untuk mendapatkan Alkitab. Puji Tuhan kali ini ada dermawan para mitra LAI yang dikirim Tuhan untuk membawa Alkitab.

Hari ini 2/10/2018 pengiriman Alkitab ke pedalaman Boven Digoel tepatnya ke daerah Nenati yang melewati Timbutka dan Waropko akan ditempuh sekira 5 jam dengan mobil double gardan dan berjalan kaki beberapa kilometer. Kembali besoknya melewati Yetetkun dan lanjut ke Tanah Merah lagi. Perjalanan ke Kouh, Bomakia, dan Fofi akan ditempuh dengan kapal kecil menyusuri sungai Digoel dan dilanjutkan dengan sepeda motor plus berjalan kaki. Dalam perjalanan kali ini Tim terdiri atas 6 orang dari Jakarta dan 2 orang dari Perwakilan Jayapura yang membawa 13.600 Alkitab dan 40 paket buku-buku plus media belajar Sekolah Minggu.

Untuk menumbuhkan rasa nasionalisme dan kebangsaan, setelah usai pengiriman semua Alkitab, pada hari terakhir Tim SDK merencanakan untuk mampir ke Rumah Tahanan Bung Hatta yang digunakan pada tahun 1940an di Pinggiran Sungai Digoel. Ada perpaduan nuansa religiusitas, kemanusiaan dan kebangsaan dalam perjalanan SDK kali ini. Medan yang tidak mudah, hati yang terpecah dan kenangan akan perjuangan kemerdekaan Indonesia menjadi bagian perjalanan 10 hari ke wilayah paling timur Indonesia. LAI akan terus mewujudkan "Alkitab Untuk Semua" sampai ke pelosok Nusantara agar FirmanNya hadir bagi setiap orang. Salam Alkitab Untuk Semua. []

Sigit Triyono (Sekum LAI)

Saya Nyaris Mati, Serasa Jantung Tertinggal Di Udara

Bp. Antonius Siahaan (berkaca mata) dan Andry (memegang kamera) bersama Tim SDK LAI membagikan Alkitab ke Jemaat yang ada di pulau-pulau terpencil di wilayah Halmahera Barat, Maluku Utara yang hanya dapat dijangkau oleh perahu-perahu kecil.

title

Adalah kesaksian Bp. Anton Siahaan, Kepala Departemen Produksi LAI yang sudah bekerja di LAI selama 24 tahun, namun belum pernah satukali pun mengikuti perjalanan pengiriman Alkitab ke pelosok negeri. Maklumlah, karena sejak masuk pertama di LAI pekerjaan yang ditangani selalu di bidang produksi dan percetakan, tidak langsung berhubungan dengan pengiriman Alkitab ke daerah terpencil. Pada tahun 2018 ini, demi kesehatian, antusiasme dan fokus pada pelayanan bersama Bp. Anton berangkat mengikuti perjalanan Tim Satu Dalam Kasih (SDK) dalam rangka pengiriman Alkitab ke pedalaman Halmahera Barat, Maluku Utara.

Jumat pagi lalu (28/9/2018) saat bertemu dengan saya dia langsung berkata: “Pak saya hampir mati dalam perjalanan ke Halmahera Barat 22-27 September kemarin. Saya sungguh sangat bersyukur bisa kembali lagi ke Jakarta dan hari ini bisa masuk kerja.” Saya tersenyum dan sedikit berkelakar: “Jadi sekarang sudah mengalami kebangkitan jiwa ya Pak?”

Menurut ceriteranya, menuju ke lokasi pengiriman Alkitab Satu Dalam Kasih ini harus menempuh transportasi udara, laut dan naik turun gunung dengan ojek namun lebih banyak jalan kakinya. “Yang nyaris membuat saya mati adalah saat naik kapal kecil di tengah laut, dihantam ombak sangat tinggi dan membuat tubuh saya terpelanting,” katanya dengan nada serius. “Saat melanjutkan perjalanan di darat yang harus naik ojek, karena kondisi jalan yang sangat sulit, membuat saya lebih banyak jalan kaki,” sambungnya. Saya mendengarkan kesaksiannya dengan setia. “Mujizat terjadi Pak. Saya sama sekali tidak sakit disana. Padahal medannya sangat sulit, makan susah dan tubuh kelelahan,” ungkapnya mantap. Saya melihat mata Pak Anton berbinar semangat.

Kesaksian di atas dilengkapi dengan keterangan saudara Andry dan Caroline staf Departemen Komunikasi dan Kemitraan LAI yang jauh lebih muda dan ikut dalam rombongan. Mereka berdua mengatakan memang perjalanannya tidak mudah. Banyak tantangan dan benar-benar penuh dengan perjuangan. “Pak Anton mula-mula banyak mengeluh, namun akhirnya bisa menerima keadaan dan mengikuti seluruh perjalanan dengan setia,” kata Andry.

“Saat kapal kami dihantam ombak dan kapal terangkat naik lalu turun secara drastis, rasanya jantung saya tertinggal di atas Pak,” kata Caroline dengan serius. “Saat saya masuk ke pedalaman Halmahera Barat, saya sangat sedih. Disana jalanan rusak parah, belum ada listrik, tidak ada sinyal HP dan hidup sangat sederhana. Saya selalu ingat Nomi Pak (staf Perpustakaan dan Museum LAI), karena dia kan dari sana,” sambungnya penuh haru.

Perjalanan pengiriman Alkitab dalam program Satu Dalam Kasih ke pelosok negeri adalah sebuah perjalanan spiritual yang sangat bermakna. Bukan perjalanan “tour and traveling” yang bisa selfa-selfi dan upload makanan enak. Saat kapal diterjang ombak, mana ada yang sempat memotret atau merekam dengan kamera hapenya. Yang dilakukan adalah waspada, bertahan dan berdoa dalam situasi mencekam. Selepas itu pastilah sujud syukur atas semua keajaiban yang terjadi.

Pengalaman perjalanan yang sangat sulit, akan serta merta terobati manakala bertemu dengan sahabat-sahabat di pedalaman yang sudah sangat lama menunggu untuk mendapatkan Alkitab. Sukacita, gairah, semangat, kehangatan dan ketulusan mereka dalam menyambut rombongan sungguh mendatangkan sukacita yang tiada terhingga. Semua kelelahan musnah diganti dengan antusiasme baru yang muncul dalam sanubari.

Tugas LAI dalam mewujudkan Alkitab Untuk Semua ke daerah-daerah yang sulit dijangkau akan terus dijalankan apapun tantangannya. Kemitraan dengan semua Gereja (baik individu maupun lembaga) adalah keharusan demi sinergi dalam arak-arakan bersama menghadirkan kabar baik sampai ke ujung bumi. Pengalaman sudah menunjukkan, semua perjalanan berakhir dengan sangat sukacita baik yang mengirim maupun menerima Alkitab. Penyertaan Roh Kudus sungguh nyata dalam segala tantangan dan kesulitan yang harus dihadapi. Terpujilah namaNya. Salam Alkitab Untuk Semua.

Sigit Triyono (Sekum LAI)

Sumba Timur Surga Yang Tersembunyi

Kabupaten Sumba Timur dengan Ibukota Waingapu merupakan daerah yang menjadi salah satu sasaran distribusi Alkitab Program Satu Dalam Kasih Lembaga Alkitab Indonesia (SDK LAI) 2018. Sumba adalah pulau yang memiliki iklim kering dan musim kemarau yang relatif panjang yaitu 8 bulan, namun Sumba boleh dikatakan sebagai “Surga Tersembunyi” di Tenggara Timur Kepulauan Nusantara dikarenakan topografi perbukitannya yang eksotis dengan bibir pantai yang sangat menawan. Di sela-sela pembagian alkitab Tim LAI sempat mengunjungi beberapa tempat yaitu Bukit Persaudaraan, Bukit Warinding, dan Pantai Walakiri.
Penduduk Sumba Timur mayoritas beragama Kristen dan Sinode Gereja Kristen Sumba (GKS) adalah yang terbesar di sana. Rata-rata mata pencaharian mereka adalah bertani dengan bertumpu pada tanah gersang yang hanya bisa ditanami 1 kali dalam 1 tahun, juga beternak dan nelayan. Sebagaian besar masyarakat Sumba Timur tinggal di pedalaman desa dengan pertimbangan kondisi alam di desa lebih subur dibandingkan di tengah kota. Namun berada di daerah pelosok pedesaan membuat segala sesuatu terbatas bagi mereka termasuk memiliki Alkitab. Oleh karena itu, LAI bekerjasama dengan Sinode GKS untuk menghadirkan Alkitab bagi umat Tuhan di Sumba Timur. Pembagian Alkitab dilakukan di 17 Klasis jemaat GKS dan beberapa denominasi gereja lainnya seperti GSJA, GMII, GBST, GMAHK, GBI, GPdI, dan GKII.
Mengingat luasnya wilayah Sumba Timur maka pembagian alkitab dilakukan dibeberapa titik klasis gereja sebagai perwakilan. Dimulai dari bagian paling selatan Sumba Timur yaitu Klasis Pahunga Lodu yakni di gereja GKS Baing dan berakhir di Klasis Lewa Tidahu di gereja GKS Injung.
Ada 30.000 eksemplar Alkitab dengan berbagi jenis (Alkitab tanpa Kidung Jemaat, Alkitab dengan Kidung Jemaat, Alkitab Anak, Alkitab Edisi Studi, dan Buku Paket Sekolah Minggu) telah dibagikan di Sumba Timur. Harapannya mereka yang telah menerima dapat membaca alkitab, bertemu dengan Allah melalui firman-Nya, dan mengalami hidup baru di dalam Kristus.
Jumlah itu masih belum cukup, namun masih ada kesempatan di hari esok untuk mendukung pengadaan alkitab di sana. Maukah Anda membantu mereka? (Selvi).

Penyebaran Alkitab Satu Dalam Kasih 2018 Dimulai

Selviana (staf LAI) tengah membagikan Alkitab Anak & Komik Alkitab kepada Anak-anak Sekolah Dasar di Wilayah Sumba Timur, NTT.

Bila anda follow akun Instragramnya Lembaga Alkitab Indonesia dan memerhatikan siaran langsung beberapa hari terakhir, akan tampak tiga personel LAI yang sudah berada di Waingapu ibukota Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Mereka akan menyebarkan Alkitab-alkitab program Satu Dalam Kasih (SDK) 2018 yang didukung oleh para Mitra LAI. Mereka membawa setidaknya 5.000 Alkitab, 7.500 Alkitab+KJ, dan 17.500 Alkitab Anak untuk disebarkan di gereja-gereja yang ada di wilayah Kabupaten Sumba Timur, NTT.

Tim SDK LAI yang berada di wilayah Sumba Timur ini merupakan gelombang pertama (3-11 September 2019) dari enam gelombang penyebaran Alkitab program SDK ke pelosok negeri yang dicanangkan tahun ini. Gelombang pengiriman berikutnya adalah sebagai berikut: (2) Halmahera Barat, Maluku Utara, 24-30 September 2018; (3) Kabupaten Boven Digoel, Papua, 1-10 Oktober 2018; (4) Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, 12-21 Oktober 2018; (5) Pulau Kei Besar dan Kei Kecil, Maluku, 23-30 Oktober 2018; (6) Karo dan Dairi, Sumatera Utara, 19-28 Nopember 2018.

Kerja keras dalam menggerakkan Mitra LAI pada sementer satu tahun 2018 ini telah membuahkan hasil yang signifikan. Semua ini memungkinkan produk-produk Akitab yang dibutuhkan di enam wilayah di atas siap disebarkan. Solidaritas dari para Mitra LAI meningkat dibandingkan tahun 2018. Peminat untuk ikut dalam “Ekpedisi Alkitab Untuk Semua” khususnya ke Kepulauan Kei Besar dan Kei Kecil, Maluku dan ke Boven Digoel, Papua sangat banyak.

“Ekspedisi Alkitab Untuk Semua” adalah perjalanan ziarah spiritual yang sangat berharga bagi siapa saja yang terlibat dalam mengantar Alkitab ke pelosok negeri. Bagi yang dikunjungi oleh saudara seiman dari Kota besar yang membawa Alkitab yang dirindukan juga merupakan berkat besar tersendiri. Suatu perjumpaan selalu mengubahkan. Pengalaman menunjukkan baik yang menjumpai maupun yang dijumpai sama-sama mengalami perubahan positif dalam iman, pengharapan dan kasih. Betapa tidak, mereka sama-sama dicerahkan dalam suasana haru dan sukacita.
Sebagai contoh bagi siapa saja yang belum pernah datang ke Waingapu, mereka akan menjumpai alam tropis yang cenderung kering. Musim kemarau 8 bulan dan musim hujan hanya 4 bulan. Jenis tumbuhan yang cocok umumnya berupa tanaman keras seperti jati, kelapa dan aren, sementara hewan peliharaan umumnya adalah sapi, kerbau dan kuda yang telah menyesuaikan dengan alam Sumba yang berpadang sabana luas.

Jumlah penduduk Kabupaten Sumba Timur kurang lebih 250.000 jiwa, terdiri atas orang Sumba Timur asli, Sabu, keturunan Tionghoa, Arab, Bugis, Jawa dan penduduk campuran dari wilayah NTT lain. Sebagian besar penduduk di kabupaten ini beragama Kristen Protestan. Selebihnya adalah Islam, Hindu dan Budha. Yang menarik sekitar 39% penduduk Sumba Timur masih beragama tradisional Marapu.

Pengiriman dan penyebaran Alkitab untuk Sumba Timur disalurkan melalui jemaat Gereja-gereja setempat, khususnya Gereja Kristen Sumba (GKS). Hal ini semakin mempererat kerjasama sinergis antara LAI dengan Gereja di berbagai pelosok negeri. Kerjasama yang saling memberdayakan. Dengan diterimanya semua produk LAI yang dikirim, membuat LAI semakin terbuka memberdayakan dirinya untuk umat di wilayah lain yang masih sulit dijangkau. Dengan penyebaran Alkitab tersebut, umat semakin terbuka untuk lebih berdaya dengan membaca, merenungkan, dan menghayati nilai-nilai luhur yang berasal dari Alkitab.

Pekerjaan menyalurkan Alkitab ke pelosok negeri bukan pekerjaan yang mudah. Berawal dari informasi kebutuhan Alkitab dari Gereja-gereja di wilayah pelosok. Kemudian LAI mengadakan survei baik melalui literatur maupun tinjauan lapangan. Tinjauan lapangan dengan menemui para hamba Tuhan dan banyak umat di wilayah sasaran. Mendengar semua pergumulan pelayanannya dan mengobservasi kondisi riil di lapangan. Hasil survei diolah untuk menetapkan wilayah sasaran program SDK. Hasil survei ini bahkan juga sangat bermanfaat sebagai pusat informasi bagi banyak pihak yang akan melakukan pelayanan dan kesaksian di wilayah tersebut.

Sesudah memiliki data-data yang definitif, LAI menerbitkan berbagai format publikasi untuk menggerakkan Mitra-mitra LAI. Para Mitra LAI perlu diyakinkan dengan data-data kebutuhan riil yang ada di lapangan, bukan perkiraan atau prediksi. Bersamaan dengan itu rencana penerbitan Alkitab dan bagian-bagiannya untuk keperluan program SDK sudah masuk dalam agenda bagian produksi dan penerbitan LAI.

Bulan Oktober tahun sebelumnya adalah bulan kick off  program SDK untuk tahun berikutnya. Program SDK tahun 2018 ini sudah dipersiapkan mulai awal 2017. Bahkan mempertimbangkan juga permintaan-permintaan tertunda di tahun 2016. Sebuah perjalanan pekerjaan yang membutuhkan ketelatenan, ketekunan, akurasi dan kegigihan menghadapi berbagai tantangan.

Pembagian Alkitab program SDK tahun 2018 dimulai, sebentar lagi kick off  program SDK 2019. Program yang akan terus berjalan seturut dengan kebutuhan Alkitab dan bagian-bagiannya di wilayah-wilayah negeri yang sangat sulit dijangkau oleh transportasi dan komunikasi. Juga karena keterbatasan daya beli. Salam Alkitab Untuk Semua.

Sigit Triyono (Sekum LAI)