LAI, Advokasi, dan “Ministry”

Saya pernah ditanya oleh seorang sahabat: “Apakah LAI memiliki program yang dapat membuat Alkitab berada di hati para politisi dan para seniman Kristen? Karena hampir setiap hari mereka terpublikasi sehingga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kehidupan masyarakat.” Pertanyaan ini didorong oleh keprihatinan akan banyaknya politisi yang ditangkap KPK dan tidak sedikit yang terlibat narkoba. Juga aktris dan aktor yang dikabarkan kawin cerai serta gemar pesta sabu.

Ada juga pertanyaan dari sahabat saya yang lain: “Apakah ada upaya dari LAI agar Alkitab diterapkan dalam proses perdamaian dan rekonsiliasi konflik? Saya melihat banyak konflik di lingkungan gereja yang tidak kunjung selesai karena semua pihak yang berkonflik tidak memedomani Alkitab.”

Dua pertanyaan di atas adalah pertanyaan yang sangat mendasar, yang menunjukkan adanya kebutuhan riil di kalangan umat Kristiani dimana Alkitab seharusnya menyatu dalam kehidupan umat dan diekspresikan dalam hidup sehari-hari.  Semuanya demi keteladanan dalam hidup dari orang Kristen yang menjunjung nilai-nilai dengan standar moral etik yang tinggi.

Harapan terhadap LAI untuk berperan lebih aktif dalam tugas “menjemaatkan Alkitab” adalah sesuatu yang sangat wajar. Hal ini disebabkan antara lain oleh produk-produk LAI yang sudah digunakan oleh hampir semua denominasi Gereja Protestan dan Katolik di Indonesia.

Cakupan tugas LAI selama ini harus diakui lebih memprioritaskan kepada pemenuhan kebutuhan penerjemahan, produksi, dan penerbitan, serta penyebaran Alkitab di Indonesia. Tentu tidak melupakan tugas “engagement” atau menyatukan Alkitab dalam kehidupan keseharian umat yang semestinya dijalankan lebih banyak oleh gereja-gereja.

Apabila mengacu kepada Siklus Alkitab (Bible Cycle) yang diciptakan oleh United Bible Society (UBS) dimana LAI sebagai salah satu anggotanya, ada 6 tahapan aktivitas Lembaga Alkitab dalam satu siklus, yaitu: (1) Translation (penerjemahan), (2) Publishing (penerbitan), (3) Distribution (penyebaran), (4) Engagement (keterikatan), (5) Advocacy (advokasi), dan (6) Ministry (pelayanan dan kesaksian).

Enam tahapan aktivitas dalam satu siklus di atas diimplementasikan oleh masing-masing anggota UBS (146 negara termasuk LAI) dengan penyesuaian terhadap situasi dan kondisi negerinya. LAI sudah melaksanakan keenam tahapan siklus di atas dengan meringkas menjadi empat tugas utama: (1) Penerjemahan, (2) Produksi dan Penerbitan, (3) Penyebaran, dan (4) Upaya menjadikan Alkitab sebagai panduan kehidupan umat.

Aspirasi umat Kristen yang berkembang saat ini mengarah kepada tuntutan agar LAI memperluas bidang layanannya yang dapat mencakup keenam aktivitas dalam siklus Alkitab secara eksplisit. Aktivitas “Bible Engagement”, “Bible Advocacy” dan “Bible Ministry” perlu diperbanyak program-program yang sesuai kebutuhan umat.

Secara riil di saat saya bertemu dan berdikusi dengan Pengurus Sinode, Pendeta dan aktivis Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) di Kupang 24-25 Juli 2018 , ada banyak masukan dan pengharapan agar LAI turut aktif dalam: (1) upaya pencegahan kejahatan akibat pornografi melalui internet, (2) pembinaan anak-anak remaja pelaku kejahatan seks akibat pornografi di internet, (3) penanganan korban kejahatan seks di kalangan anak-anak, (4) penerjemahan Alkitab ke dalam “bahasa gaul” remaja dan pemuda di kota-kota, (5) membuat kemasan cerita-cerita Alkitab dengan gaya anak muda, (6) memulihkan relasi-relasi antar lembaga pelayanan gereja, dan (7) membantu program-program Pekabaran Injil di jemaat-jemaat.

Kebutuhan gereja secara individu maupun secara lembaga yang berhubungan dengan Alkitab masih sangat terbuka untuk dikerjasamakan dengan LAI. Lagi-lagi semua ini adalah peluang besar bagi LAI, sekaligus menantang LAI agar segera menambah kapasitas, kapabilitas dan profesionalitas yang benar-benar mumpuni.

Memasuki semester dua tahun 2018 LAI sudah ancang-ancang membuat rencana strategis dan program-program tahun 2019. Penguatan layanan LAI berbasis siklus Alkitab (Bible Cycle) akan sangat memperkuat dan memperluas layanan LAI terhadap umat di Indonesia. Salam Alkitab Untuk Semua.

Sigit Triyono (Sekum LAI)

Roadshow Kemitraan LAI di Kupang

Mengunjungi para mitra Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) yang tersebar di seluruh pelosok tanah air adalah bagian dari koordinasi antara LAI dengan mitranya agar upaya menghadirkan Alkitab Untuk Semua dapat terwujud. Kehadiran LAI ke Kupang, Nusa Tenggara Timur untuk bertemu dengan Kelompok Kerja Penggalangan Dukungan (KKPD) LAI Mitra Kupang, selain untuk berkoordinasi juga untuk membekali KKPD Kupang agar dapat menjalankan beberapa program kegiatan yang direncanakan, seperti Pendanaan Penerbitan Kabar Baik Bergambar (KBB) bahasa Hawu (Sabu), sosialisasi Hari Doa Alkitab  Anak-anak, dan Seminar.

Dalam pertemuan pertama dengan Panitia Penggalangan Dana KBB bahasa Sabu dihasilkan kesepakatan, bahwa akan dilakukan sosialisasi visi-visi LAI dan Penerbitan KBB bahasa Sabu kepada seluruh orang asal  Sabu yang ada di seluruh wilayah di Indonesa agar kerinduan anak-anak Sabu dapat membaca dan memahami Firman Tuhan dalam bahasa ibunya. Harapannya melalui rencana penerbitan perdana 5.000 eks. KBB dalam bahasa Sabu, komunitas Sabu yang tersebar di berbagai daerah akan terpanggil dan mau mendukung penerbitan KBB bahasa Sabu ini.

Setelah bertemu dengan KKPD Kupang dan Panitia Penggalangan Dana Penerbitan KBB bahasa Sabu, LAI melanjutkan pertemuannya dengan para pengasuh/kakak-kakak pelayanan anak remaja (PAR)  sekolah minggu Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) yang ada di kota Kupang untuk sosialisasi Hari Doa Alkitab Anak-anak. Ada sekitar 51 guru sekolah minggu yang hadir dalam pertemuan itu. Mereka sangat  antusias mendengar materi bahan ajar yang disampaikan oleh staf LAI. Materi ajar tidak saja disampai dalam bentuk buku tapi juga disertai dengan peragaan. Selain memberikan materi dan alat peraga, para guru sekolah minggu juga ditugaskan mensosialisasikan aksi celengan ke anak-anak sekolah minggu yang hasilnya untuk membantu pengadaan Alkitab terjemahan Bahasa Pakpak Dairi.

Selain bertemu dengan KKPD Kupang dan para guru sekolah minggu GMIT, kehadiran LAI di Kupang juga dirasakan oleh GMIT di Kupang lewat seminar Manajemen Strategis Lembaga Gereja. Seminar yang dihadiri 115 orang, yang terdiri dari Pendeta dan Penatua GMIT se Kupang ini bertujuan agar masing-masing gereja GMIT di Kupang dapat menumbuhkan dan mengembangkan lembaga berbasis manajemen strategis. Pertemuan ini menumbuhkan semangat para hamba Tuhan untuk berbenah diri agar pelayanan gereja ke umat semakin baik lagi. Malam harinya KKPD Kupang mengadakan Malam Penggalangan Dukungan dengan mengundang berbagai  individu yang tergerak hati untuk mendukung dan mendoakan pelayanan LAI dalam membagikan Kabar Baik di pelosok Nusantara.

Ada beberapa masukan yang dapat dicatat dari hasil pertemuan LAI, baik saat berdikusi dengan Pengurus Sinode, Pendeta dan aktivis  GMIT maupun KKPD Kupang selam 2 hari ini. Masukan dan harapannya agar LAI juga turut aktif dalam: (1) upaya pencegahan kejahatan akibat pornografi melalui internet, (2) pembinaan anak-anak remaja pelaku kejahatan seks akibat pornografi di internet, (3) penanganan korban kejahatan seks di kalangan anak-anak, (4) penerjemahan Alkitab ke dalam “bahasa gaul” remaja dan pemuda di kota-kota, (5) membuat kemasan cerita-cerita Alkitab dengan gaya anak muda, (6) memulihkan relasi-relasi antar lembaga pelayanan gereja, dan (7) membantu program-program Pekabaran Injil di jemaat-jemaat.

Semua masukan dan harapan tersebut bukan saja menjadi perhatian LAI tapi menjadi keprihatinan kita bersama. LAI tidak bisa berdiri sendiri, tetapi harus terus bermitra dengan gereja dan lembaga gerejawi, ataupun pemerintah. Kebutuhan gereja, baik secara individu maupun secara lembaga yang berhubungan dengan Alkitab masih sangat terbuka untuk dikerjasamakan dengan LAI. Lagi-lagi semua ini adalah peluang besar bagi LAI, sekaligus menantang LAI agar segera menambah kapasitas, kapabilitas dan profesionalitas yang benar-benar mumpuni. Salam Alkitab Untuk Semua. [Selvi]