Komunitas Verbum Domini (KVD) dan LAI

title

“Menjadikan Sabda Allah (Verbum Domini) sebagai sumber terang, hidup dan keselamatan. Itulah visi KVD,” kata dokter Irene Setiadi dalam presentasinya pada perayaan ulang tahun ke-2 KVD 25 Oktober 2018 lalu di Gedung Pusat Alkitab Jakarta. Dokter Irene adalah pencetus, pendiri dan Ketua Umum pertama KVD yang lahir 15 Oktober 2016 juga di Gedung Pusat Alkitab Jakarta. Ibu dokter yang energik ini juga anggota Pengawas Lembaga Alkitab Indonesia periode 2018-2022.

Apa yang dimimpikan KVD di atas didorong oleh harapan umat Katolik di Indonesia akan: (1) Bertambahnya pecinta Sabda Allah, (2) Perlunya wadah bagi pecinta Sabda Allah, (3) Mendukung karya Lembaga Alkitab Indonesa (LAI) dan Lembaga Biblika Indonesia (LBI), (4) Pentingnya kerjasama lintas komunitas, paroki dan keuskupan.
Kepengurusan KVD 2017-2020 terdiri dari: (1) Pembina: Prof.Dr. Martin Harun, OFM. (2) Moderator: RD. DR. Yohanes Subagyo, (3) Tim Pembimbing: RD. DR. Joseph F. Susanto, Hortensio Mandaru, (4) Ketua Umum: dr. Irene Setiadi, (5) Wakil Ketua Umum: Iljas Ridwan, (6) Sekretaris Umum: H. Suwandy Sunaryo, dan (7) Bendahara Umum: Melia Tjen.

Dari tempat pendirian, perayaan ulang tahun dan kepengurusan yang ada tampak sekali KVD sangat dekat dengan LAI. Jelas bahwa ini adalah ekspresi semangat kebersamaan antara umat Kristen Protestan dan umat Katolik. Setidak nya ada empat orang di dalam kepengurusan KVD di atas adalah juga pembina, pengawas, pengurus dan karyawan Lembaga Alkitab Indonesia. Ini menegaskan bahwa LAI adalah lembaga ekumenis interdenominasi dan interkonfesi di Indonesia.

LAI lahir pada 9 Februari 1954 dan pada tahun 1968 Gereja Katolik di Indonesia membuat keputusan yang sangat fenomenal dengan menyatakan Tim Penerjemahan Alkitabnya bergabung bersama Tim Penerjemahan Alkitab LAI. Sejak tahun 1968 itulah semua karya penerjemahan Alkitab LAI dilakukan secara bersama-sama antara tim ahli penerjemahan dari Kristen Protestan dan Katolik.

Upaya untuk mewujudkan “Alkitab Untuk Semua” adalah tugas semua umat Krsitiani di Indonesia. “Gereja adalah gerakan yang harus nyata bergerak. Kalau Gereja tidak bergerak, namanya hanya gerak-gerik,” kata Romo Subagyo yang juga Pembina LAI dalam sambutannya. “Oleh karenanya, KVD sebagai bagian dari Gereja harus merealisasi gerakan Mencintai, Membaca, dan Mengamalkan Kitab Suci,” sambungnya.

Prof Martin Harun, Pembina KVD yang juga Tim Ahli Penerjemahan LAI menyampaikan lima langkah membaca Sabda Tuhan dan menjadikannya “darah daging” kita: (1) Lectio – baca dan mengerti, (2) Meditatio – merenungkan, (3) Oratio – berdoa dengan Sabda, (4) Contemplatio – berdoa hening, dan (5) Actio – bertindak. Bila ini dilakukan konsiten dan persisten maka akan memiliki dampak yang sangat positif dalam kehidupan umat.

Dalam perayaan ulang tahun kedua ini juga disampaikan kesaksian-kesaksian para anggota KVD, Moderator dan Pembimbing yang mengungkapkan betapa sangat bermanfaatnya menjadi anggota KVD. Bila aktif dalam komunitas ini maka ada lima manfaat yang akan didapat: (1) Kebiasaan membaca FirmanNya setiap hari akan mendekatkan kita dengan Sang Sabda. (2) Bisa menjadi garam dan terang bagi mereka yang mendengar perjalanan iman kita. (3) Iman kita semakin diperkuat dengan membaca perjalanan iman teman-teman lain bagaimana Tuhan bisa menjamah setiap orang dengan caraNya yang berbeda. (4) Jika sudah terbiasa memberikan sharing singkat, kita sudah mempersiapkan diri dengan baik jika suatu hari diminta menjadi pewarta lingkungan/wilayah. (5) Yang terpenting dari semuanya, kita dipakai Tuhan untuk menjadi saksi atas cinta dan kebaikannNya melalui sepenggal tulisan.

Bagaimana caranya mendaftar menjadi anggota Komunitas Verbum Domini? Mudah sekali bisa langsung menghubungi Sekretariat KVD: Wandi 0822 1019 1519 dan Digna 0812 8128 4400. Selamat ulang tahun kedua Komunitas Verbum Domini. Tuhan selalu memberkati. Soli Deo Gloria. Salam Alkitab Untuk Semua.[]

Sigit Triyono (Sekum LAI)

“LAI” Memulihkan Trauma Di Tenda Pengungsian Palu

dok.: KBKK Indonesia

title

Sambil melakukan pendataan kebutuhan Alkitab bagi para pengungsi yang kehilangan Alkitab karena rusak diterjang tsunami dan rusak karena gempa bumi, Senin, 8 Oktober 2018 Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) melalui Yayasan Kelompok Bakti Kasih Kemanusiaan (KBKK) Indonesia menitipkan bantuannya berupa Alkitab dan Bagian-bagiannya untuk disalurkan dan digunakan kepada umat kristiani yang membutuhkannya.

Kegiatan Tim KBKK di Palu pada Selasa, 09 Oktober 2018 menyerahkan langsung bantuan ke sejumlah tenda-tenda pengungsi yang tersebar di seantero Palu. Setelah setengah hari menyusuri tenda-tenda pengungsi, Tim KBKK singgah di gereja Katolik St.Paulus, sempat makan siang di posko dapur umum dan kemudian kembali ke gereja St.Maria, posko Tim KBKK selama masa tanggap darurat di Palu.

Kesibukan di gudang logistik posko St.Maria sangat luar biasa sibuknya. Karena ada beberapa truk-truk yang mengantri untuk pembongkaran bahan batuan yang baru datang, sementara di dalam gudang logistik terdapat aktifitas pengepakan dan pengiriman barang-barang bantuan (berupa: beras, minyak, gula, biskuit, air mineral, barang-barang keperluan mandi, perlengkapan untuk bayi, dll.) dalam bentuk plastik-plastik dan dus-dus yang akan dikirim ke lokasi gereja-gereja yang dipakai untuk menyalurkan bantuan langsung kepada pengungsi yang sejak pagi mengantri untuk mengambil bantuan tersebut. Setiap Kepala Keluarga bisa mengambil satu plastik bantuan. Dan sore hari itu kurang lebih ada 470-an KK yang datang dan dilayani oleh tim logistik yang merupakan relawan yang sebagian besar berasal dari warga gereja.

Sementara itu malam hari di halaman Gereja St. Maria dimanfaatkan oleh salah seorang suster relawan dan seorang misionaris KBKK untuk mengajak anak-anak pengungsi bermain dan bernyanyi serta membaca cerita Alkitab dengan menggunakan buku donasi dari Lembaga Alkitab Indonesia (LAI). Situasi gempa dan tsunami yang mencekam ini tentunya meninggalkan bekas trauma di hati dan pikiran banyak orang termasuk anak-anak. Di tengah situasi mencekam, penting bagi anak-anak dan orang dewasa untuk mendapat pelayanan pemulihan trauma atau trauma healing.

Dan upaya yang dilakukan para relawan tersebut merupakan salah satu bentuk kegiatan “Trauma Healing” bagi anak-anak pengungsi. Bermain, bernyanyi, dan membaca cerita Alkitab adalah salah satu metode teraplay atau play theraphy mengajak anak bermain, menikmati situasi walau dalam situasi yang serba darurat. Karena dengan bermain, bernyanyi, bercerita dan berdoa dapat mengalihkan fokus anak dari situasi yang mencekam sekaligus membuat mental anak menerima situasi yang ia hadapi sekarang.

Dalam tahap rehabilitasi dan pemulihan terhadap korban bencana Palu, Donggala, Sigi dan Parigi Moutong LAI berencanakan akan mendistribusikan bantuannya kepada beberapa titik pengungsian yang saat ini masing dikoordinasikan oleh Gereja-gereja yang ada di 4 wilayah terdampak bencana gempa bumi dan tsunami di wilayah Sulawesi Tengah. Di samping bantuan, LAI juga akan menyelenggarakan pelatihan bagi warga masyarakat yang ingin menjadi fasilitator yang bergiat dalam pelayanan pemulihan trauma. Kebenaran adalah salah satu terbitan LAI khusus berbicara tentang “trauma healing”.

Meskipun LAI belum turun langsung ke lokasi bencana namun terbitannnya sudah digunakan oleh para relawan kemanusiaan untuk membantu anak-anak di pengungsian untuk lepas dari ketakutan, kekhawatiran, dan kegelisahan. Karena bukankah itu fungsi Kabar Baik yang difirmankanNya? []

Bantuan Tahap Pertama LAI Sudah Tiba Di Palu

title

Masa tanggap darurat bencana gempa bumi Palu – Donggala akan berakhir pada 10 Oktober 2018. Artinya evakuasi pencaharian korban penduduk yang hilang akan segera dihentikan. Dan Pemerintah akan fokus merehabilitasi baik perbaikan infrastruktur maupun masalah kemanusiaan.

Sementara ini penanganan masalah kemanusiaan akan terus berjalan, banyak organisasi kemasyarakatan yang sudah membuka posko kemanusiaannya di Palu, Donggala, dan sekitarnya. Mereka mencoba menyediakan kebutuhan air bersih, pelayanan kesehatan bagi para pengungsi yang tersebar di 140 titik di wilayah Palu dan Donggala.

Sambil menyiapkan rencana kerja dan bujet melalui Proyek Dukung Internasional, Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) sejak 1 Oktober 2018 sudah membuka Posko LAI Peduli Palu dan mengajak para mitra LAI untuk mau membantu meringankan para pengungsi lewat donasi yang diberikan melalui akun LAI Peduli Palu. Selain itu LAI terus membangun kerjasama dengan para mitranya untuk terus memantau kondisi di Palu, Donggala, Sigi, dan Parigi Moutong.

Melalui Tim Kelompok Bakti Kasih Kemanusiaan (KBKK) Jakarta yang berangkat ke Palu, Senin, 8 Oktober 2018, LAI memberikan bantuan berupa 150 eks Alkitab, 80 Komik Alkitab, dan 20 Buku Cerdas Beraktifitas dengan Alkitab. Kebenaran Pengurus Yayasan KBKK yang turun ke lokasi dan membuka Posko di Gereja Katolik St. Maria, Palu juga Pembina LAI, yakni dr. Irene Setiadi. Beliau bersama tim KBKK Jakarta akan melakukan pelayanan pengobatan untuk para pengungsi dan sekaligus membagikan Alkitab dan juga rosario kepada para pengungsi, sebagai ajakan kepada umat yang terdampak gempa/tsunami untuk tetap melekatkan dirinya kepada Sabda Allah dalam duka serta situasi yang sulit ini. []

Pergumulan Umat Kristiani di Vietnam dalam Menghadirkan Alkitab Untuk Semua

Peserta “Catholic Affinity Group” dari 11 utusan Lembaga Alkitab Asia Pasifik & UBS bertemu dengan Romo Kardinal Pierre Nguyen Van Nhon, Pimpinan Gereja Katolik di Hanoi

Meskipun paham sosialisme atau komunisme mati dan sudah lama ditinggalkan para penganutnya di dunia, namun Vietnam adalah salah satu negara di dunia yang masih menerapkan paham komunisme dalam sistem politiknya. Pemerintah Vietnam sangat membatasi pertumbuhan umat Kristennya, namun Negara masih memberikan ruang kepada 7 persen penganut Katolik dan 2 persen penganut Protestan untuk beribadah. Pergumulan yang dialami umat Kristen di negeri yang jumlah total penduduknya berjumlah 91,7 juta jiwa ini mirip dengan Indonesia, dalam arti Gereja di Vietnam mendapat tantangan besar justru dari luar gereja, terutama tekanan dari Pemerintah.

Pemerintah Vietnam lewat pengurus Partai Komunisnya terus bergiat merekrut anggota baru, terutama dari para penganut Katolik. Di daerah pedesaan banyak umat Katolik yang bergabung dengan Partai Komunis karena diberi insentif uang untuk datang ke gereja yang dikelola pengurus Partai Komunis. Di gereja ini mereka menyanyikan lagu-lagu pujian, sementara di latar belakang ada spanduk logo partai, lambing komunisme, dan bendera Vietnam. Beribadatan ini dihadiri pula oleh pejabat pemerintah setempat, para pengurus partai komunis dan sejumlah pejabat polisi berseragam. Para pejabat tersebut menyebut komunitas Katolik ini ‘Paroki Katolik Damai’ atau gereja Pemerintah.

Melihat kenyataan ini pemerintah ‘sepertinya ingin menjauhkan umat Katolik dari gereja dan bergabung ke gereja yang dikelola pemerintah’.Jika pemerintahan yang lalu ‘selalu mengawasi pemeluk agama, terutama Katolik dan Protestan’ dan ‘menganggap agama sebagai alat kapitalis’,maka dengan dihidupkannya gereja yang dikelola Negara, pemerintah ingin menunjukkan bahwa pemerintah tidak menerapkan diskriminasi terhadap pemeluk agama tapi terus gencar mempromosikan ideologi komunisme kepada para umat Kristiani, khususnya penganut Katolik. Itulah sebabnya Gereja Katolik di Vietnam terpecah: “Gereja Pemerintah” dan “Gereja Vatikan”. Akan tetapi jumlah umat “Gereja Pemerintah” jauh lebih sedikit dibandingkan “Gereja Vatikan.” Bapa Kardinal Pierre Nguyen Van Nhon di Hanoi mampu mempertahankan independensi dan sikap kritis terhadap pemerintah serta tetap setia kepada Vatikan.

Persoalan lain muncul ketika Pemerintah tidak memberikan izin kepada Kardinal baru di Saigon yang dicalonkan menggantikan Kardinal yang sudah pensiun dan tidak menjabat lagi sebagai pemimpin Gereja Katolik di Saigon. Padahal Gereja Katolik di Vietnam dipimpin oleh dua orang Kardinal yang masing-masing memimpin Gereja Katolik di Saigon dan Gereja Katolik di Hanoi, tetapi hanya Kardinal di Hanoi yang “diizinkan” oleh pemerintah untuk memimpin Gereja Katolik di Hanoi.

Kontrol ketat pemerintah juga membuat keberadaan “Lembaga Alkitab Vietnam” masih berbentuk perusahaan (berbisnis di bidang Alkitab). Karena bentuknya perusahaan komersil, maka pemerintah Vietnam memberikan ijin operasi karena (mungkin) lebih mudah mengontrol keberadaannya. Salah satu akibat dari kontrol ketat ini adalah upaya menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa-bahasa di Vietnam masih terkatung-katung. Entah kapan akan selesai tidak ada yang tahu, karena masih menghadapi tantangan soal pengakuan dari Gereja dan terutama dari Pemerintah.  Kontrol ketat dari Pemerintah juga kami rasakan selama persidangan di Vietnam, di mana seluruh peserta sidang selalu diingatkan oleh panitia agar sangat berhati-hati dengan dokumen dan identitas yang berhubungan dengan acara rapat ini. Bahkan setiap istirahat makan siang di restoran hotel tempat kami bersidang, “name tag” kami pun perlu dilepas agar tidak terbaca identitas kami masing-masing oleh orang lain.

United Bible Societies (UBS) khususnya perwakilan Lembaga-lembaga Alkitab yang ada di kawasan Asia Pasifik. Pada persidangkan “Catholic Affinity Group” kali ini ada  11 negara Asia Pasifik yang tergabung dalam pertemuan di Hanoi, 17-18 Juli 2018 untuk membahas berbagai tantangan dan peluang yang ada di Asia Pasifik sehubungan dengan optimalisasi pelayanan Lembaga Alkitab untuk umat Katolik. Bahkan masih ada beberapa Lembaga Alkitab di kawasan Asia Pasifik yang belum memiliki pengurus maupun karyawan dari unsur Gereja Katolik. Akibatnya banyak peluang pelayanan Alkitab kepada umat Katolik kurang dapat dimanfaatkan dengan baik.

Sebagai contoh, sejak dua tahun terakhir secara global, Gereja Katolik menekankan perhatian kepada kaum muda.  Hal ini didorong oleh data keberadaan 30% penduduk dunia yang berusia di bawah 18 tahun. Sesungguhnya mereka juga sangat membutuhkan layanan dari Lembaga Alkitab agar lebih cinta dan menyatu dengan Alkitab dalam keseharian hidup. Perhatian kepada kaum muda ini kurang dimanfaatkan oleh Lembaga-lembaga Alkitab sehingga sangat sedikit program-program yang paralel dan seazas dengan semangat di atas.

Produk-produk yang khusus untuk memenuhi kebutuhan kaum muda haruslah segera dikembangkan oleh Lembaga-lembaga Alkitab. Proses kerja yang selalu melibatkan banyak pihak (terutama Gereja Katolik lokal) perlu selalu dioptimalkan. Selanjutnya kegiatan-kegiatan promosi harus memakai cara-cara “zaman now” agar kaum muda Katolik bersemangat dalam upaya menyatu dengan Alkitab.

Setelah dua hari mengikuti persidangan yang sangat padat ini, pekerjaan rumah Lembaga Alkitab Indonesia bertambah lagi. Hal ini menandakan bahwa peluang bertambah banyak demi mewujudkan Alkitab Untuk Semua. Terpujilah Tuhan. Salam Alkitab Untuk Semua.

Sigit Triyono (Sekum LAI)