Alkitab Cetak dan Digital

Maraknya penggunaan Alkitab digital di berbagai kalangan masyarakat menimbulkan kekhawatiran akan hilangnya Alkitab cetak di masyarakat modern.

Kejadian menarik muncul pada acara Jambore Internasional Terpadu GPdI 2018 yang berlangsung 18-22 Juni 2018 Desa Teep Trans,  Amurang Barat,  Minahasa Selatan, Sulawesi utara. Acara ini dihadiri 22.000 orang yang mayoritas remaja dan pemuda dari berbagai wilayah Indonesia dan juga dari Negeri Timor Leste.

Pada sesi sesudah saya presentasi, dimana pembicaranya adalah Ps. Justice Coleman dari Gereja Four Square Los Angeles USA, dia mengutip Yohanes 21 yang dibacanya dari Alkitab cetak. Sementara hampir seluruh peserta dengan gadget di tangan menyimaknya dari Alkitab Digital. Tampak bahwa Alkitab cetak masih digunakan, bahkan oleh pembicara yang datang dari negeri yang sangat modern, yaitu Amerika.

Ada sobat aktivis gereja yang mengkhawatirkan dampak buruk dari Alkitab digital dan mengusulkan agar LAI membuat “fatwa” supaya umat Kristen hanya menggunakan Alkitab cetak. Ada juga sobat yang mengusulkan agar PGI dan KWI saja yang membuat “fatwa” larangan penggunaan Alkitab digital. Karena dia menyadari LAI tidak memiliki kewenangan membuat dan mengeluarkan “fatwa” untuk Gereja.

Di sisi lain ada Gereja yang sudah sangat jauh dalam memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan menganjurkan anak-anak remaja untuk mengutip Alkitab digital dalam menjawab beberapa pertanyaan PA yang harus dikirim melalui Whatsapp.

Kehadiran teknologi dapat memberikan peluang dan sekaligus ancaman tergantung dari cara pandang kita.

Saya membayangkan pada waktu ditemukannya mesin cetak sekitar tahun 1450-an oleh Guternberg di Jerman, pastilah menimbulkan pro dan kontra di kalangan tokoh Gereja. Mesin cetak membuka lebar-lebar kesempatan umat untuk membaca sendiri Alkitab, yang pada waktu itu dimonopoli oleh para rohaniawan saja.

Kehadiran teknologi digital memberikan peluang besar dalam penyebaran Firman Tuhan dengan cepat dan efisien ke setiap pengguna HP di seluruh dunia.

Tantangannya tidaklah kecil, karena mazhab gratis menuntut kreativitas tinggi agar dapat menemukan sumber-sumber pembiayaan untuk pelayanan di bidang ini.

Apakah Alkitab cetak akan hilang?  Mungkin iya, mungkin tidak.

Data menunjukkan sejak tahun 2015-2017 penyebaran Alkitab cetak memang sedikit menurun. Namun bila ditelusuri penyebabnya ternyata bukan hanya dikarenakan banyak umat yang sudah beralih kepada Alkitab digital (terutama di daerah kota), namun juga karena kurangnya kemampuan dalam distribusi Alkitab cetak ke daerah-daerah pelosok yang masih sangat membutuhkan.

Peluang penerbitan Alkitab cetak juga masih besar. Alkitab adalah buku yang bukan hanya bernilai sebagai sumber pengetahuan, namun juga memiliki nilai “simbol identitas Kristen”.

Setiap orang Kristen selalu akan membutuhkan pengetahuan yang lebih mendalam tentang Alkitab yang dapat distabilo atau diberi tanda khusus.  Untuk itu LAI menerbitkan Alkitab tematis, mulai Alkitab Edisi Studi, Alkitab Finansial, dan Alkitab Hidup Sejahtera Berkeadilan. Tahun 2019 akan diterbitkan Alkitab Parenting yang secara khusus membahas tentang pendidikan anak-anak dan keluarga.

Untuk memenuhi kebutuhan “simbol identitas Kristen” LAI juga menerbitkan Alkitab pesanan khusus dengan logo Gereja tertentu, nama lembaga dan atau nama seseorang di sampul mukanya.

Saya menyebut jaman sekarang adalah jaman “co-existence” dimana Alkitab cetak dan digital terus eksis secara paralel. Untuk itu LAI juga sedang mengembangkan produk Alkitab yang dapat digunakan secara manual, dan bila membutuhkan penjelasan ayat per ayat dapat di “link” kan dengan aplikasi digital.

Apapun situasi dan kondisi jaman, Firman Tuhan akan terus tersebar sampai ke ujung bumi. Salam Alkitab Untuk Semua.

 

Sigit Triyono (Sekum LAI)