Ngapain Pergi Ke Israel, Cukup Ke Museum LAI
Isu larangan wisatawan Indonesia pergi ke Israel ramai jadi perbincangan, travel agent wisata religi tentu kena dampaknya langsung. Kabar wisatawan Indonesia dilarang masuk ke Israel mulai tanggal 9 Juni 2018, membuat resah para travel agent dan calon wisatawan rohani, karena mereka tidak boleh berziarah ke Betlehem dan Yerusalem, serta tempat-tempat yang memiliki situs-situs Alkitab.
Dalam salah satu postingan di Facebook, ada seorang sahabat yang sangat bijaksana mencoba menawarkan jalan keluar untuk mengobati “keresahan” tersebut. Cara bijaksananya adalah: “Silakan mengunjungi Museum Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) di Jl. Salemba nomor 12 Jakarta Pusat.”
Saya sangat bersukacita dengan ide di atas. Betapa tidak, di Gedung Pusat Alkitab (Kantor LAI) yang beroperasi sejak tahun 2012 memiliki Museum Alkitab yang sangat lengkap dan siap menerima kunjungan siapa saja secara pribadi maupun rombongan melalui Paket Wisata Alkitab (PWA) LAI.
Koleksi Museum Alkitab LAI, antara lain adalah: (1) Naskah-naskah yang berkaitan dengan sejarah penulisan Alkitab, penerjemahan Alkitab di Eropa dan nusantara (dari bahasa Melayu hingga bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa daerah), bahkan ada juga Alkitab edisi Studi ukuran terbesar di dunia. (2) Koleksi benda-benda yang disebutkan di Alkitab atau yang berhubungan dengan budaya masyarakat di masa lalu bahkan sampai saat ini, misalnya buah ara, biji sesawi, sangkakala, mahkota duri, replika tabut perjanjian, roti tidak beragi, dll.
Dengan mengikuti PWA pengunjung akan mendapat informasi bagaimana Alkitab sampai di tangan kita, proses singkat penerjemahan Alkitab, tour di Bible House dengan diskon 20% untuk pembelian produk LAI. Melalui PWA juga dapat melihat secara langsung proses pencetakan Alkitab di percetakan Alkitab terbesar di Asia Tenggara. PWA ini dapat diikuti berbagai kalangan mulai dari TK hingga lansia. LAI juga menyediakan “story teller” yang handal dan selalu antusias menerangkan semua isi museum dan percetakan LAI.
Sangat menarik bukan? Sebagai informasi, tahun 2017 pengunjung yang datang ke Museum LAI berjumlah tidak kurang dari 12.500 orang. Pengunjung berasal dari berbagai rombongan dan individu yang datang dari Jabotabek dan berbagai daerah lain, bahkan ada yang dari luar negeri. Musim liburan sekolah di bulan Juni 2018 sudah ada 25 rombongan yang menulis surat akan berkunjung ke Museum LAI dengan peserta sekitar 1.500 orang.
“Saya baru tahu kalau di kantor LAI ada Museum Alkitab yang begitu lengkap. Sebaiknya semua anak sekolah difasilitasi untuk berkunjung ke sini agar mendapatkan pengalaman riil gambaran perjalanan sejarah penerjemahan Alkitab dan mengenal benda-benda yang disebutkan di Alkitab,” kata seorang pengunjung Museum LAI yang sudah pernah melanglang buana ke luar negeri. “Saya sangat terkesan dengan percetakan Alkitab yang ternyata tidak mudah karena harus melalui berbagai proses rumit,” ungkap seorang pemuda gereja sesudah berkunjung ke Percetakan LAI di Nanggewer Bogor.
Pendeknya tidak perlu “resah dan gelisah” bila terpaksa tidak bisa lagi pergi ke Israel. Datang saja mengikuti Paket Wisata Alkitab di LAI yang dapat memberikan pengalaman unik dan bahkan dapat menguatkan iman kita. Dengan mengikuti Paket Wisata Alkitab diharapkan peserta dapat semakin mencintai Alkitab, artinya Alkitab akan semakin sering dibaca, dihayati dan diekspresikan dengan positif dalam kehidupan sehari-hari oleh semakin banyak umat di Indonesia. Hal ini seturut dengan semangat Alkitab Untuk Semua yang tengah digalakkan LAI.
Jika Anda ingin ikut Paket Wisata Alkitab LAI. ingat waktunya mulai dari hari Senin sampai dengan Sabtu, pukul 09.00-16.00 WIB. Info lebih lanjut silakan kontak: Bambang (0857 8215 1235) atau Costaria (0821 7996 9892), Bidang Perpustakaan dan Museum, Departemen Penerjemahan LAI, Jl Salemba Raya No. 12 Jakarta 10430.
Sigit Triyono (Sekum LAI)
Alkitab Untuk Sekolah
“Bagaimana caranya agar murid-murid di sekolah saya bisa mendapatkan Alkitab, mengingat sekolah kami belum ada anggaran pengadaan Alkitab?”, tanya seorang Ibu Guru peserta pembinaan Moria GBKP (Gereja Batak Karo Protestan) di Sukamakmur, Sibolangit, Sumatera Utara, 26 Mei 2018 lalu.
Pertanyaan yang sama juga pernah diajukan sahabat saya, seorang Guru di Wonosari Daerah Istimewa Yogyakarta sekira dua bulan yang lalu. Begitu juga dengan seorang teman persekutuan di Jakarta yang menanyakan ikhwal yang sama: pengadaan Alkitab untuk sekolahnya. Seingat saya ada lebih dari empat orang yang pernah bertanya kepada saya tentang pengadaan Alkitab di sekolah almamaternya.
Saya selalu menjawab dengan ucapan terima kasih atas kepedulian terhadap adik-adik kelas di sekolahnya, khususnya dalam hal pentingnya pengadaan Alkitab bagi mereka. Kemudian saya kemukakan bahwa empat tugas utama Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) adalah menerjemahkan Alkitab, memproduksi Alkitab, menyebarkan Alkitab, dan mengupayakan keterbacaan Alkitab di seluruh Indonesia. Pengadaan Alkitab di sekolah-sekolah adalah tugas LAI dalam hal penyebaran Alkitab dan keterbacaan Alkitab.
Untuk menjalankan empat tugas utamanya LAI selalu bermitra dengan Gereja, dalam arti individu-individu dan lembaga-lembaga. LAI setiap tahun membagikan Alkitab ke berbagai wilayah, terutama wilayah yang sangat sulit dijangkau, dan masyarakatnya memiliki daya beli yang sangat rendah. Tahun ini secara khusus LAI akan membagikan 125.000 Alkitab untuk 125.000 Jiwa di enam wilayah di Indonesia: (1) Karo dan Dairi, Sumatera Utara, (2) Sintang, Kalimantan Utara, (3) Halmahera Barat, Maluku Utara, (4) Kei Besar dan Kei Kecil, Maluku Tenggara, (5) Sumba, Nusa Tenggara Timur, dan (6) Boven Digoel, Papua.
Untuk menentukan sasaran bantuan Alkitab, LAI menempuh dua cara: (1) menjawab surat-surat resmi permintaan dari umat di pelosok negeri melalui Gerejanya, dan (2) hasil survei internal LAI yang menyimpulkan bahwa umat dan Gereja tersebut memang harus dibantu karena berbagai keterbatasannya.
Dari mana datangnya biaya untuk pengadaan dan penyaluran 125.000 Alkitab di atas? Dari semua mitra LAI yang memiliki komitmen dan tergerak mendonasikan rejekinya. Kapan akan dikirim Alkitab-Alkitab tersebut? Seperti biasa LAI menjadwalkan di semester dua atau menjelang Natal. Karena di semester satu Tim LAI bekerja keras untuk mengumpulkan dana dari para mitra dan mencetak Alkitab sesuai jumlah yang dibutuhkan.
LAI juga terbuka terhadap keterlibatan mitra LAI dalam pembagian Alkitab ke daerah terpencil dalam program “Ekspedisi Alkitab Untuk Semua”. Dimana mitra LAI bersedia memberikan donasi khusus dan membiayai dirinya sendiri sampai ke tempat tujuan. Mengacu kepada pengalaman sebelumnya, program ini sudah terbukti memberikan makna spiritual yang sangat istimewa bagi mitra LAI yang pernah ikut program ini. “Ekspedisi Alkitab Untuk Semua” bukan rekreasi, tetapi sungguh suatu perjalanan ziarah iman (pilgrimage of faith).
Kembali kepada kebutuhan pengadaan Alkitab untuk sekolah-sekolah. Setiap kali menjawab pertanyaan para sahabat bagaimana cara pengadaan Alkitab di sekolah almamaternya, saya mengajukan usulan untuk menggerakkan para alumni sekolah tersebut yang sudah “berhasil” dalam hidupnya. Kekuatan alumni sangat luar biasa. Terbukti banyak sekali para alumni yang mampu menyelenggarakan acara reuni di tempat-tempat “mahal”, bahkan ada yang setiap tahun reunian.
Ada baiknya pihak sekolah mengundang secara khusus para alumni yang beragama Kristen dan Katolik untuk bersama-sama temu kangen, reuni dan secara khusus menggalang dukungan pengadaan Alkitab untuk adik-adik kelasnya. Kalau hanya pengadaan 1000 atau 5000 Alkitab untuk satu sekolah, para alumnus pastilah sangat mampu.
“Ah, benar juga kata Bapak. Ada beberapa alumnus sekolah kami yang sudah jadi direktur perusahaan besar. Kami akan kontak mereka untuk membantu adik-adik kelasnya,” kata Ibu Guru peserta pembinaan Moria GBKP di Sukamakmur, Sibolangit, Sumatera Utara dengan antusias.
Salam Alkitab Untuk Semua
Sigit Triyono (Sekum LAI)
Tuhan, Ajar Kami Tidak Tinggi Hati Saat Nasehat Kami Diikuti, Dan Sebaliknya Tetap Bersukacita Jika Tidak Ada Yang Menurutinya
Tugas kita adalah menyampaikan apa yang benar dan yang terbaik untuk dilakukan atau tidak dilakukan, selebihnya adalah pekerjaan dari Allah Roh Kudus.
Saran Paulus ditolak. Maklum saja Paulus memang tidak mempunyai latar belakang sebagai seorang yang tahu tentang ilmu pelayaran. Apalagi pelabuhan yang disarankan oleh Paulus untuk berlabuh tidak baik untuk digunakan saat musim dingin seperti saat itu. Jika yang di posisi Paulus saat itu adalah Petrus ceritanya sudah pasti akan berbeda. Perjalanan akhirnya segera dilanjutkan menuju ke Feniks, cuaca saat itu memang cukup mendukung. Namun, di tengah perjalanan ternyata cuaca tiba-tiba berubah menjadi buruk, sehingga mereka membiarkan kapal itu berjalan mengikuti tiupan arah angin.
Sahabat Alkitab, yang terjadi dalam kisah perjalanan Paulus tadi dapat juga terjadi dalam kehidupan kita. Saran yang kita berikan tidak ditanggapi, sehingga hal buruklah yang terjadi. Pertanyaannya bagi kita adalah bagaimana kita meresponi respon orang terhadap saran atau nasihat kita? Akankah kita marah jika tidak diikuti? ataukah kita jadi tinggi hati ketika dituruti? Dalam situasi seperti Paulus, siapa saja pasti tergoda untuk marah, menggerutu, dan menyalahkan orang lain yang tidak mengikuti nasehat kita atau bisa juga kita malah senang karena orang lain mendapat akibat buruk karena tidak mengikuti saran dan nasehat kita. Janganlah itu terjadi dalam diri kita, marilah untuk selalu belajar rendah hati, sebab memaksakan kehendak juga tidak baik, apalagi jika bersukacita karena kegagalan orang lain.
Selamat Pagi. Jadilah penasehat dan pemberi saran yang baik, sebagaimana kita pun pernah menerima nasehat atau saran dari orang lain.
Salam Alkitab Untuk Semua
Meluruskan Fakta Yang Dipelintir Tentang Terjemahan LAI
Kampanye yang menolak kata “Allah” dalam Alkitab dilancarkan kalangan tertentu dengan memelintir fakta sesungguhnya tentang sikap pemerintah RI tentang terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI). Pemerintah RI TIDAK mengintervensi penerjemahan Alkitab dan malah mempercayakan tugas itu kepada LAI. LAI adalah badan hukum yang diakui Negara dan ditunjuk oleh Pemerintah sebagai Lembaga yang berhak dan berwenang untuk menerjemahkan, mencetak dan menyalurkan Kitab Suci/Alkitab (SK Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Kementerian Agama Republik Indonesia Nomor: DJ.III/KEP/HK.00.5/77/2011).
Sejak berdirinya pada tanggal 9 Februari 1954, LAI telah menjadi mitra gereja-gereja di Indonesia dan diberi mandat dalam menerjemahkan, mencetak, dan menerbitkan Alkitab.
Visi pelayanannya yang ekumenis mendapat pengakuan juga dari Konferensi Waligereja Indonesia (KWI).
Karena itu LAI tidak akan menerbitkan terjemahan Alkitab sektarian seperti yang diinginkan kelompok-kelompok yang menolak kata “Allah”, padahal kata itu sudah digunakan sekitar empat abad oleh umat Kristen di nusantara.
Untuk jelasnya, baca penjelasan singkat tentang padanan nama-nama ilahi dalam Alkitab (terlampir)
Salam Alkitab Untuk Semua.
Pdt. Anwar Tjen, PhD, Kepala Departemen Penerjemahan LAI
Lampiran 1.
Mengapa kata “Allah” dan “TUHAN” dipakai dalam Alkitab kita?
Pengantar
Kata “Allah” masih dipersoalkan oleh sebagian pengguna Alkitab terbitan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI). Persoalan ini mencuat ke permukaan, karena ada beberapa kelompok yang menolak penggunaan kata “Allah” dan ingin menghidupkan kembali penggunaan nama Yahweh atau Yahwe. Dalam teks Ibrani sebenarnya nama Yahweh atau Yahwe ditulis hanya dengan empat huruf konsonan (YOD-HE-WAW-HE, “YHWH”) tanpa huruf vokal. Tetapi, ada yang bersikeras, keempat huruf ini harus diucapkan. Terjemahan LAI dianggap telah menyimpang, bahkan menyesatkan umat Kristiani di tanah air. Apakah LAI yang dipercaya gereja-gereja untuk menerjemahkan Alkitab telah melakukan kesalahan yang begitu mendasar? Di mana sebenarnya letak persoalannya? Penjelasan berikut bertujuan untuk memaparkan secara singkat pertimbangan-pertimbangan yang melandasi kebijakan LAI dalam persoalan ini.
Mengapa LAI menggunakan kata “Allah”?
Dalam Alkitab Terjemahan Baru (1974) yang digunakan secara luas di tanah air, baik oleh umat Katolik maupun Protestan, kata “Allah” merupakan padanan ‘ELOHIM, ‘ELOAH dan ‘EL dalam Alkitab Ibrani:
Kej 1:1 “Pada mulanya Allah (‘ELOHIM) menciptakan langit dan bumi”.
Ul 32:17 “Mereka mempersembahkan kurban kepada roh-roh jahat yang bukan Allah (‘ELOAH). Mzm 22:2 “Allahku (‘EL), Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?”
Dari segi bahasa, tidak dapat dipungkiri, kata ‘ELOHIM, ‘ELOAH dan ‘EL berkaitan dengan akar kata ‘L, dewa yang disembah dalam dunia Semit kuno. EL, ILU atau ILAH adalah bentuk-bentuk serumpun yang umum digunakan untuk dewa tertinggi. Umat Israel kuno ternyata memakai istilah yang digunakan oleh bangsa-bangsa sekitarnya. Apakah hal itu berarti bahwa mereka penganut politeisme? Tentu saja, tidak!
Umat Israel kuno memaknai kata-kata itu secara baru. Yang mereka sembah adalah satu-satunya Pencipta langit dan bumi. Proses seperti inilah yang masih terus bergulir ketika firman Tuhan mencapai berbagai bangsa dan budaya di seluruh dunia. Beberapa kelompok yang menolak kata “Allah” memang berpendapat, kata itu tidak boleh hadir dalam Alkitab umat Kristiani. Ada yang memberi alasan bahwa “Allah” adalah nama Tuhan yang disembah umat Muslim. Ada pula yang mengaitkannya dengan dewa-dewi bangsa Arab. Seandainya pendirian ini benar, tentu kata ‘EL, ‘ELOAH dan ‘ELOHIM pun harus dicoret dari Alkitab Ibrani! Lagi pula, beberapa inskripsi yang ditemukan pada abad keenam menunjukkan bahwa kata “Allah” telah digunakan umat Kristiani Ortodoks sebelum lahirnya Islam. Hingga kini, umat Kristiani di negeri seperti Mesir, Irak, Aljazair, Yordania dan Libanon tetap memakai “Allah” dalam Alkitab mereka. Jadi, kata “Allah” tidak dapat diklaim sebagai milik satu agama saja. Kebijakan LAI dalam menerjemahkan ‘ELOHIM, ‘ELOAH dan ‘EL sama sekali bukan hal baru. Terjemahan Alkitab yang pertama ke dalam bahasa Yunani sekitar abad ketiga seb.M. merupakan contoh tertua yang kita miliki. Terjemahan yang dikenal dengan nama “Septuaginta” dikerjakan di Aleksandria, Mesir, dan ditujukan bagi umat Yahudi berbahasa Yunani. Dalam Kejadian 1:1, misalnya, Septuaginta menggunakan istilah THEOS yang biasa dipakai untuk dewa-dewa Yunani.
Nyatanya, Perjanjian Baru pun memakai kata yang sama, seperti contoh berikut dari Injil Matius: ”Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel” – yang berarti: Allah (THEOS) menyertai kita (1:23). Imanuel yang berasal dari unsur leksikal immanu- („beserta kita‟) dan EL diartikan sebagai „Allah (THEOS) menyertai kita‟. Rasul Paulus juga memakai kata THEOS untuk menyebut Bapa Tuhan Yesus Kristus, seperti dalam contoh berikut: ”Terpujilah Allah (THEOS), Bapa Tuhan kita Yesus Kristus” (2 Kor 1:3). Tentu, THEOS dalam kutipan-kutipan tersebut tidak dipahami sebagai sembahan politeis.
Kata “Allah” dalam sejarah penerjemahan Alkitab di nusantara
Sebelum Alkitab TB-LAI diterbitkan pada tahun 1974, telah ada beberapa Alkitab dalam bahasa Melayu yang merupakan cikal bakal bahasa Indonesia. Injil Matius terjemahan A. C. Ruyl (1629) adalah upaya pertama dalam penerjemahan Alkitab di nusantara. Menariknya, dalam terjemahan perdana ini, kata “Allah” telah digunakan, seperti contoh berikut: “maka angkou memerin‟ja nama Emanuel artin‟ja Allahu (THEOS) ſerta ſegala kita” (Mat 1:23). Terjemahan selanjutnya juga mempertahankan kata “Allah”, antara lain:
- Terjemahan Kitab Kejadian oleh D. Brouwerius (1662): “Lagi trang itou Alla ſouda bernamma ſeang” (Kej 1:5).
- Terjemahan M. Leijdecker (1733): “Pada mulanja dedjadikanlah Allah akan ſwarga dan dunja” (Kej 1:1)
- Terjemahan H.C. Klinkert (1879): “Bahwa-sanja Allah djoega salamatkoe” (Yes 12:2).
- Terjemahan W.A. Bode (1938): “Maka pada awal pertama adalah Firman, dan Firman itu bersama-sama dengan Allah”.
Seperti tampak pada contoh-contoh di atas, kata “Allah” yang baru belakangan ini dipersoalkan oleh sebagian umat Kristiani telah digunakan selama ratusan tahun dalam terjemahan-terjemahan Alkitab yang beredar di nusantara. Singkatnya, ketika meneruskan penggunaan kata “Allah”, tim penerjemah LAI mempertimbangkan bobot sejarah maupun proses penerjemahan lintas-budaya yang sudah terlihat dalam Alkitab sendiri.
Apa dasar kebijakan LAI dalam soal “YHWH”?
Harus diakui, asal-usul nama YHWH tidak mudah ditelusuri. Dari segi bahasa, YHWH sering dikaitkan dengan kata HAYAH “ada, menjadi‟, seperti yang terungkap dalam Keluaran 3:14: “Firman Allah (‘ELOHIM) kepada Musa: “AKU ADALAH AKU.‟ (‘EHYEH ‘ASHER ‘EHYEH). Lagi firman-Nya: “Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU (‘EHYEH) telah mengutus aku kepadamu.‟ ”Maknanya yang persis tidak diketahui lagi, namun ada yang menafsirkannya sebagai kehadiran Tuhan yang senantiasa “ADA‟ menyertai sejarah umat-Nya. Apa dasar LAI menggunakan kata “TUHAN” (seluruhnya huruf besar) sebagai padanan untuk YHWH? Untuk menjawab ini, kita perlu memperhatikan sejarah. Umat Yahudi sesudah masa pembuangan amat segan menyebut nama sakral YHWH secara langsung oleh karena rasa hormat yang mendalam. Lagi pula, pengucapan YHWH yang persis tidak diketahui lagi. Setiap kali bertemu kata YHWH dalam Alkitab Ibrani, mereka menyebut ‘ADONAY yang berarti “Tuhan‟. Tradisi pengucapan ini juga terlihat jelas dalam Septuaginta yang menggunakan kata KYRIOS (“Tuhan‟) untuk YHWH, seperti contoh berikut: ‘KYRIOS menggembalakan aku, dan aku tidak kekurangan apa pun” (Mzm 23:1).
Ternyata, Yesus dan para rasul mengikuti tradisi yang sama! Sebagai contoh, dalam pencobaan di gurun, Yesus menjawab godaan Iblis dengan kutipan dari Ulangan 6:16: “Ada pula tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan (KYRIOS), Allahmu” (Mat 4:7). Dalam kutipan ini tidak ditemukan nama YHWH melainkan KYRIOS. Jika nama YHWH harus ditulis seperti dalam teks Ibrani, mengapa penulis Injil Matius tidak mempertahankannya? Begitu pula, dalam surat-surat rasul Paulus tidak pernah digunakan nama YHWH. Dalam Roma 10:13, misalnya, Paulus mengutip Yoel 2:32: “Barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan (KYRIOS) akan diselamatkan”. Terbukti, kata yang digunakan adalah KYRIOS, bukan YHWH. Mungkinkah Yesus dan para rasul telah mengikuti suatu tradisi yang “keliru”? Tentu saja, tidak! Para penulis Perjanjian Baru justru mengikuti tradisi umat Yahudi yang menyebut ‟ADONAY (“TUHAN‟) setiap kali bertemu nama YHWH. Karena Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani, kata KYRIOS dipakai sebagai padanan untuk ‘ADONAY yang mencerminkan tradisi pengucapan YHWH. Singkatnya, LAI mengikuti teladan Yesus dan umat Kristiani perdana menyangkut pengucapan YHWH. Dalam Alkitab TB-LAI, kata “TUHAN” ditulis dengan huruf besar semua sebagai padanan untuk ‘ADONAY yang mengingatkan tradisi pengucapan itu. Penulisan ini memang sengaja dibedakan dengan “Tuhan” (hanya huruf pertama besar), padanan untuk ‘ADONAY yang tidak merepresentasi YHWH. Perhatikan contoh berikut: “Sion berkata: “TUHAN (YHWH) telah meninggalkan aku dan Tuhanku (‘ADONAY) telah melupakan aku.‟ ”(Yes 49:14). Pembedaan ini tentu tidak relevan untuk Perjanjian Baru yang tidak mempertahankan penulisan YHWH. Berbagai terjemahan modern juga mengikuti tradisi yang sama, misalnya, dalam bahasa Inggris: “the LORD” (New Jewish Publication Society Version; New Revised Standard Version, New International Version, New King James Version, Today’s English Version); Jerman: “der HERR” (Einheitsübersetzung; die Bibel nach der Übersetzung Martin Luthers); Belanda: “de HEER” (Nieuwe Bijbelvertaling); Perancis”: “le SEIGNEUR” (Traduction Oecuménique de la Bible).
Penutup
Kebijakan LAI mengenai padanan untuk nama-nama ilahi tidak diambil secara simplistis. Berbagai aspek harus dipertimbangkan dengan matang, antara lain:
- Teks sumber (Ibrani dan Aram untuk Perjanjian Lama; Yunani untuk Perjanjian Baru) dan tafsirannya.
- Tradisi umat Tuhan dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
- Sejarah pemakaian nama-nama ilahi dalam penerjemahan Alkitab ke dalam berbagai bahasa dan budaya dari zaman ke zaman.
- Kebijakan yang diikuti tim-tim penerjemahan Alkitab di seluruh dunia, khususnya yang bergabung dalam Perserikatan Lembaga-lembaga Alkitab seDunia (United Bible Societies).
- Kesepakatan yang diambil bersama dengan gereja-gereja, baik Katolik maupun Protestan, yang menggunakan Alkitab terbitan LAI hingga saat ini. Menjelang penyelesaian Alkitab TB-LAI, misalnya, pada tahun 1968 diadakan konsultasi di Cipayung dengan para pimpinan dan wakil gereja-gereja dari berbagai denominasi. Dalam konsultasi ini, antara lain, disepakati agar kata “Allah” tetap digunakan seperti dalam terjemahan-terjemahan sebelumnya.
LAI tidak pernah berpretensi seolah-olah terjemahannya sudah sempurna dan tidak perlu diperbaiki lagi. Akan tetapi, mengingat proses panjang dan berhati-hati yang ditempuh dalam menerbitkan Alkitab, tuntutan beberapa kelompok yang ingin menyingkirkan atau memulihkan nama tertentu, tidak dapat dituruti begitu saja. Dalam semua proses pengambilan keputusan menyangkut terjemahan Alkitab, berbagai faktor harus dipertimbangkan dengan saksama menyangkut teks-teks sumber, tafsirannya, tradisi penerjemahan sampai dampaknya bagi persekutuan dan kesaksian umat Tuhan bersama-sama, khususnya di tanah air kita. Akhirnya, dengan penuh kesadaran akan terbatasnya kemampuan manusia di hadapan Allah, kita patut mempersembahkan puji syukur kepada Dia yang telah menyatakan firman yang diilhamkan-Nya untuk mendidik orang dalam kebenaran dan memperlengkapi umat-Nya untuk setiap perbuatan baik (2 Tim 3:16-17). Dialah yang telah mempersiapkan orang-orang untuk menjelmakan firman kebenaran-Nya dalam aneka bahasa dan budaya dari masa ke masa. Segala sesuatu adalah dari Dia dan oleh Dia dan kepada Dia. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! []
Tuhan, Engkau Berkata Bahwa Kami Pembawa Damai, Berbahagia Dan Akan Disebut Anak-Anak Allah
Mencari musuh itu gampang, namun menjadi pembawa damai adalah pilihan yang paling berharga.
Siapa yang tidak akan bersedih dan sakit hati bila ada orang dekat kita terus menerus menghina dan merendahkan kita?
Itulah yang terjadi pada Hana. Ia bersedih bahkan sakit hati karena terus dihina oleh Penina. Walau demikian, ia tidak pernah sekalipun membalas, meski ia bisa. Dalam kesedihannya Hana datang pada Tuhan dan mengadu hanya padaNya. Alih-alih mengerutu dan berkeluh kesah pada manusia, Hana memilih berdoa pada Tuhan. Dengan keyakinan Tuhan akan menolongnya melepaskan diri dari beban penderitaan yang dialaminya.
Sahabat Alkitab, marah atau tersenyum, membenci atau mengasihi adalah pilihan, begitu juga perasaan sedih atau sukacita. Bila kita tidak dapat menanggung kesedihan, ingatlah bahwa Tuhan hanya sejauh Doa. Berdoalah dan mengadu padaNya. Itu adalah pilihan terbaik ketimbang membalas jahat dengan jahat.
Selamat Pagi. Mintalah pertolonganNya. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menguatkan kita untuk selalu gembira walau kesedihan melanda.
Salam Alkitab Untuk Semua
Ya Tuhan, Engkau Mengirim Kami Keluarga Agar Kami Bisa Saling Menolong,Berbagi Dan Mengasihi
Jika dunia ini diibaratkan sebagai universitas kehidupan, maka keluarga adalah kelas mata kuliah dasar, di mana untuk pertama kalinya kita belajar menjadi manusia dan belajar nilai-nilai kemanusiaan. Tuhanlah Gurunya.
Dalam bacaan alkitab kita hari ini dituliskan jelas bahwa walaupun Hana mandul tapi Elkana, suaminya, sangat mengasihinya.
Sebagai seorang yang beristri dua, Elkana digambarkan sebagai sosok suami yang penuh kasih. Terlihat dari cara ia memperlakukan Hana. Dalam budaya patriarkat seperti Israel, keadaan Hana adalah sebuah aib. Walaupun sampai saat itu Hana sebagai isteri belum juga memberikannya seorang anak, namun kasihnya kepada Hana tetap dan tidak kurang sedikitpun dari anggota keluarganya yang lain. Ia tetap memberikan apa yang memang seharusnya menjadi bagian Hana.
Sahabat Alkitab, normatifnya, seorang ayah pastilah mengasihi anaknya, dan seorang suami tidak akan membenci istri yang dikasihinya. Walau pada kenyataanya ada banyak cerita istri tidak dikasihi dan anak yang tertolak oleh orangtuanya sendiri. Jika kenyataan tidak sesuai dengan yang diharapkan, apakah yang dapat kita lakukan? Keluarga adalah ruang belajar utama dan paling dasar, di sinilah kita belajar untuk saling menolong, saling berbagi, saling menerima, saling melindungi, dan saling mengasihi. Jika kita tidak pernah memperolehnya dari manusia itu bukan berarti kita tidak dapat melakukan atau memberikannya, sebab kita telah menerimanya dari Tuhan Yesus, Sang Guru Agung kita. Dialah yang kita gugu dan kita tiru, yang memberikan pelajaran dan juga teladan. Jika kita tidak dikasihi, disisihkan, atau ditolak, tetaplah mengasihi, karena Allah telah mengasihi kita.
Selamat Pagi. Marilah kita berdoa demikian: “Ya Tuhan, Engkau memberikan kami keluarga agar kami bisa saling menolong, berbagi dan mengasihi. Ajarlah kami untuk melakukan seperti yang engkau perbuat terhadap kami. Amin.”
Salam Alkitab Untuk Semua
Tuhan, Penuhi Kami Dengan Kasih-Mu Sehingga Kami Bisa Menjadi Sumber Suka Cita Bagi Orang-Orang Yang Malang
Hanya jika kasih Tuhan memenuhi kita, barulah kita bisa membagi kasih itu kepada orang lain dan mendatangkan sukacita bagi mereka.
Bacaan alkitab hari ini menceritakan Boas yang menikahi Rut perempuan asing dari tanah Moab, isteri dari Mahlon, anak laki-laki Naomi yang telah mati. Tujuannya adalah untuk menyelamatkan garis keturunan Elimelekh, kerabatnya yang juga telah mati. Tentu ketertarikan Boas kepada Rut, janda muda yang cantik tidak dapat dikesampingkan. Rut secara khusus dan Boas telah menjadi sumber sukacita bagi Naomi, karena dari pernikahan levirat ini lahirlah seorang anak laki-laki yang diharapkan akan memelihara kehidupan Naomi pada masa tuanya dan penerus garis keturunan. Anak itu yang diberi nama Obed, kelak akan memperanakkan Isai, dan Isai memperanakkan Daud, raja Israel, nenek moyang Yesus. Hanya karena kesetiaan dan ketulusan yang bersumber dari kasih Allah saja sehingga Rut dan Boas mampu menjadi berkat dan sukacita bagi Naomi.
Sahabat Alkitab, mengasihi sesama manusia adalah bukti kalau kita mengasihi Allah. Dan itu hanya bisa kita lakukan, jika terlebih dahulu kita telah menerima kasih Allah. Karena itu mintalah kepada Allah agar memenuhi kita dengan kasih-Nya setiap hari. Tetap semangat menjadi berkat bagi banyak orang.
Selamat Pagi. Mari berdoa demikian: “Ya Allah, penuhi kami hari ini dengan kasih-Mu. Dan jadikanlah kami alat penyebar kasih kepada sesama kami manusia tanpa membeda-bedakan, sehingga kehadiran kami bisa menjadi sumber sukacita bagi setiap orang, terutama kepada mereka yang malang, amin.”
Salam Alkitab Untuk Semua
Tuhan, Pakailah Kami Untuk Menolong Orang Lain Dan Melakukannya Dengan Sukacita
Menolong orang lain itu tidak selalu mudah, terkadang sangat merepotkan, terutama di zaman sekarang ini. Tapi bagaimanapun ini adalah perintah Tuhan dan ucapan syukur kita.
Agar tidak menjadi prasangka dikemudian hari, Boas mengajak para tua-tua untuk menjadi saksi. Dia ingin melakukan dengan cara yang benar dalam melaksanakan niat baiknya. Boas tidak hanya ingin mendapatkan keuntungan, semua orang disitu menjadi saksi ketulusan hatinya sehingga pantas mendapat berkat dari tua tua dan semua yang menyaksikan.
Sahabat Alkitab, bila kita bertemu seseorang yang meminta pertolongan apakah kita akan langsung menolongnya? Akan ada banyak pertimbangan dalam benak kita. Kita berpikir, “Apakah orang ini menipu? Apakah dia sungguh butuh pertolongan? Apa yang akan dikatakan orang? Apakah ada untungnya bagiku?” dan ada begitu banyak pertanyaan lain yang terlintas. Sejujurnya, kita ini adalah orang-orang yang telah menerima pertolongan Tuhan, sedang menerima, dan akan menerimanya lagi. Kematian Yesus di kayu salib adalah salah satu bukti pertolongan-Nya. Bukan karena kita pantas menerima pertolongan itu, tetapi karena kebaikan dan kasih karunia-Nya saja. Tuhan sudah melakukannya bagi kita, sekarang adalah kesempatan bagi kita untuk memberi pertolongan bagi orang lain. Itu sama dengan memberikan yang terbaik bagi Allah.
Selamat Pagi. Marilah kita berdoa demikian: “Ya Tuhan, Engkau memakai kami untuk menolong orang-orang lain. Berikan kepada kami tangan yang kuat, juga hati yang penuh dengan sukacita untuk melakukannya. Amin”
Salam Alkitab Untuk Semua
Tuhan, Ajar Kami Melakukan Sesuatu Dengan Tidak Terpaku Pada Untung Rugi, Melainkan Untuk Melayani-Mu
Hak dan tanggung jawab merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Apakah kita adalah orang yang ngotot menuntut hak tapi menghindari tanggung jawab?
Penebus yang disinggung dalam bacaan kita adalah orang pertama yang berhak membeli tanah Naomi sesuai adat istiadat Israel saat itu. Bukan karena persoalan harga, tetapi karena di dalam jual beli ini ada tanggung jawab moral dan budaya. Satu-satunya yang mengurungkan niatnya adalah karena Rut istri mendiang Mahlon adalah orang asing yang dikhawatirkan dapat merusak warisan keluarganya. Boas yang hatinya tulus berniat membantu Naomi ingin melakukannya dengan cara yang benar dan sudah siap dengan segala konsekuensinya.
Sahabat Alkitab, ketulusan hati seharusnya tidak mempertimbangkan untung rugi. Orang yang tulus melakukan sesuatu bukan demi kepentingan diri pribadi melainkan untuk memberikan yang terbaik bagi Tuhan dan sesamanya melalui setiap tindakannya.
Selamat Pagi. Mari berdoa demikian: Ya, Tuhan sudah seharusnya pelayanan kepada-Mu dan kebaikan sesama menjadi alasan utama kami melakukan sesuatu. Ajar kami untuk tidak terlalu terpesona pada keuntungan atau terlalu takut pada kerugian.
Salam Alkitab Untuk Semua