Ketika melihat Negara Israel, sering terjadi kesalahpahaman di kalangan umat kristiani di Indonesia. Mereka memandang Negara Israel (modern) saat ini identik dengan bangsa Israel yang tertulis dalam Alkitab. Banyak pemikiran dan pertanyaan seputar fenomena keabsolutan negara Israel sebagai negara yang dipilih oleh Tuhan secara langsung. Ini berkaitan dengan banyaknya tulisan dalam Akitab sebagai kitab pedoman umat Kristen, dimana Israel yang terdiri dari umat Yahudi dinyatakan sebagai Bangsa Pilihan Allah.
Fenomena ini semakin runyam ketika agama dimasukkan ke dalam konflik yang terjadi di wilayah Gaza, Palestina. Konflik di Gaza berimbas pada konflik di media sosial tanah air, dimana sentimen agama ikut dilibatkan. Kesalahpahaman yang terjadi di kalangan umat Kristiani yang masih percaya bahwa Negara Israel modern dan bangsa Yahudi adalah umat pilihan Allah, sebaliknya di kalangan umat Muslim percaya bahwa Negara Israel dan bangsa Yahudi adalah bangsa yang licik, jahat, dan penuh tipu daya.
Untuk mengurai benang kusut pemahaman tersebut di atas, Sabtu, 13 Oktober 2018 lalu Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) menyelenggarakan seminar Alkitab yang bertajuk: ‘Israel Dalam Alkitab dan Negara Israel Modern: Sebuah Kontinuitas atau Diskontinuitas?’ Adapun narasumber pada seminar tersebut adalah Dr. Paskalis Edwin I Nyoman Paska dan Dr. Budy Munawar-Rachman. Di mana masing-masing narasumber ini mengangkat topik tentang negara Israel dan fenomena-fenomena terkait yang terjadi belakangan dari sudut pandang Alkitab dan Al-Quran.
Seminar yang diadakan di lantai 9 Gedung Pusat Alkitab ini sebenarnya terbuka untuk umum, namun yang hadir sebagian besar Pimpinan Jemaat, Majelis Gereja, dan para mahasiswa, baik teologia maupun umum. Patut diakui telah terjadi kekeliruan pemahaman mengenai negara Israel masa kini dari sudut pandang Muslim maupun Kristiani. Kekeliruan itu memang sedikit banyak terjadi karena pengaruh ajaran dan cerita yang tertulis dalam Kitab Suci kedua agama tersebut.
Dr. Budy Munawar-Rachman mengungkap keberadaan bangsa Yahudi dari sudut pandang Al-Quran, sesungguhnya ada tertulis bahwa pada mulanya baik umat Muslim Arab, Kristen, maupun Yahudi (Israel) pernah hidup berdampingan. Artinya ketiga kaum atau umat Tuhan ini sesungguhnya punya keterkaitan sejarah agama yang kuat. Dalam Al-Quran, disebut di Surah Bani Israil, bahwa Israel adalah bangsa yang kuat, besar, dan memiliki kecerdasan tinggi, namun menjadi terhina karena menyimpang dari ajaran Tuhan dan mengabaikan Janji-janjiNya. Dalam hal ini berarti mereka telah mengkhianati perjanjian mereka sendiri.
Sementara dalam bagian lain diceritakan tentang hubungan dengan umat Yahudi, dinyatakan bahwa pernah terjadi hubungan yang kurang baik di antara mereka. Umat Muslim yang saat itu sedang gencarnya melakukan invasi ke banyak wilayah, sering dikhianati oleh umat Yahudi. Dinyatakan bahwa kaum Yahudi sering memberi bocoran rahasia kepada musuh-musuh kaum Muslim. Hal itu sangat disayangkan oleh mereka. Namun demikian, ada hal penting juga yang harus diketahui, bahwa dalam kitab suci Al-Quran dinyatakan bahwa umat Israel memang pilihan Tuhan.
Dalam sejarah juga pernah dicatat bahwa saat jatuhnya Yerusalem ke tangan Muslim, Patriyah Xoforius yang saat itu menjadi Kaisar Romawi penguasa Yerusalem, sangat takjub melihat Umar Khalifa saat mereka bertemu dan hendak membuat kesepakatan tentang Yerusalem yang sudah jatuh ke tangan kaum Muslim saat itu. Keputusan hasil kesepakatan yang disebut sebagai perjanjian yang disebut sebagai Deklarasi Aelia itu menjadi keputusan besar yang menentukan sejarah Yerusalem hingga hari ini. Sang Khalifah Umar memutuskan membagi Bait Allah di Yerusalem menjadi tiga bagian, untuk umat Kristen, Muslim dan Yahudi. Hal ini dilakukannya atas dasar toleransinya terhadap tiga agama besar yang mendiami tempat itu. Dan hingga saat ini Yerusalem menjadi pusat budaya dari tiga umat beragama tersebut.
Sementara itu, konflik di Timur Tengah, khususnya perkembangan Palestina sekarang ini, golongan Muslim dan Kristen sama-sama mendapatkan diskriminasi dari pemerintahan Negara Israel. Artinya konflik yang terjadi saat ini terjadi di Timur Tengah, khususnya konflik yang terjadi di Palestina bukanlah konflik agama tapi murni persoalan politik. Kondisi ini harus dimengerti secara bijak oleh kedua umat besar di Indonesia, yaitu Islam dan Kristiani. Bukannya justru digoreng menjadi semakin panas karena beberapa kalangan mencampuradukkan politik dengan agama. Mereka juga membawa-bawa berita konflik Palestina - dimana yang mereka ketahui hanya ada umat Muslim di sana - sebagai konflik penindasan terhadap umat Muslim. Ini bisa menyebabkan muncul kebencian yang makin berkelanjutan. Sama halnya dengan umat Muslim di Indonesia yang belum pernah bertemu dengan umat Yahudi, namun memiliki kebencian yang mendalam, begitu juga umat Kristiani di Indonesia banyak yang masih belum memahami bahwa Umat Israel yang menerima perjanjian dengan Tuhan pada zaman Alkitab tidak ada kaitannya dengan Negara Israel Modern yang berdiri sekarang ini.
Akhirnya ada beberapa kesimpulan yang bisa dicatat dari Seminar Alkitab yang dilaksanakan pada Sabtu, 13 Oktober 2018 lalu. Pertama yaitu, Israel modern tidak ada kaitannya dengan Israel yang menjadi umat Allah dalam Alkitab. Kedua adalah, Israel bukan lagi umat terjanji, karena perjanjian mereka dengan Tuhan telah gagal karena mereka melanggar ketetapan Tuhan dan tidak setia. Berikutnya, bahwa konflik Timur Tengah murni persoalan politik dan bukanlah konflik agama. Ada banyak juga orang Kristen, bahkan Yahudi yang tinggal di Palestina yang juga tertindas dan menderita akibat perang yang berkelanjutan. Dan terakhir, Israel yang tertulis dalam Alkitab sebagai Umat Perjanjian adalah bukan lagi yang berasal dari keturunan Abraham secara darah dan daging, tetapi mereka yang setia pada Firman Tuhan dan Ketetapan-ketetapanNya. Mereka yang mengikut Kristus secara setia.
Ada hal penting yang diungkap Dr. Paskalis Edwin I Nyoman Paska, yang mengatakan,” …Tidak perlu ada negara atau jumlah yang banyak untuk menentukan diri menjadi umat Tuhan. Dengan jumlah yang sedikit, namun dapat menjadi Terang dan Garam bagi lingkungan kita berada, sesungguhnya kita sudah menjadi Umat Pilihan Tuhan”. [hizkia]