Sabtu (29/9/2018) adalah hari yang sangat istimewa bagi Lembaga Alkitab Indonesia (LAI). Betapa tidak, ada dua acara besar yang sangat mendukung terwujudnya Alkitab Untuk Semua di Indonesia. Acara pertama adalah Aku Cinta Alkitab (ACA) yang diselenggarakan oleh Kelompok Kerja Pelayanan Anak (KKPA) LAI bekerjasama dengan Yayasan BPK Penabur yang bertempat di BPK Penabur International School, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Kegiatan ACA berisi: (1) Lomba Paduan Suara Anak antar Gereja, (2) Olimpiade Alkitab, dan (3) Pertandingan Futsal For Bible. Total ada sekitar 300 anak usia SD dan SMP di Jakarta dan sekitarnya yang berpartisipasi dalam acara ini.
Diawali kebaktian pembuka dengan kotbah interaktif yang disampaikan oleh Pdt. Obertina Johanis, tampak betapa percaya dirinya anak-anak sekarang. Ketika ditanya mengapa Alkitab perlu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa daerah? Banyak sekali anak yang angkat tangan untuk mengutarakan pendapatnya. Ketika diberi kesempatan bicara, jawabannya sangat cerdas: “Agar mudah dipahami,” “Karena di dalam Alkitab ada perintah Tuhan.” Luar biasa!!
Ketika ditanya siapa yang sudah punya Alkitab? Hampir semua anak angkat tangan. Pertanyaan dilanjutkan, siapa yang mempunyai lebih dari satu Alkitab? Hampir semua anak mengangkat tangan juga. Ketika ditanya siapa yang mau berbagi Alkitab untuk sahabatnya yang belum punya Alkitab? Lagi-lagi hampir semua anak angkat tangan tanda mau berbagi.
Saat saya memberikan sambutan untuk membuka ACA ini, saya menceritakan bahwa Lembaga Alkitab pertama di dunia (Lembaga Alkitab Inggris) yang berdiri 7 Maret 1804, diinspirasi oleh kegigihan gadis kecil berusia 8 tahun bernama Mary Jones. Mary yang tinggal di sebuah desa Peannat di sebelah utara Wales-Inggris, sangat terpukau pada cerita-cerita Alkitab yang dibacakan setiap Minggu di kapel kecil dekat rumahnya. Itu sebabnya ia ingin memiliki Alkitabnya sendiri. Tetapi pada masa itu, harga Alkitab sangatlah mahal, dan ayahnya hanyalah seorang penenun.
Mary menabung selama kurang lebih 7 tahun. Ia menjual kayu bakar, telur ayam, bahkan mencari pekerjaan pada tetangga-tetangganya. Setelah terkumpul cukup uang, Mary berangkat untuk membeli Alkitab. Setelah berjalan sejauh kurang lebih 41 kilometer, Mary yang saat itu berusia 15 tahun mencari rumah Pak Thomas Charles. “Pak, saya mau membeli Alkitab, saya sudah menabung selama 7 tahun, ini uangnya, silahkan hitung,” kata Mary. Setelah mendengar cerita perjuangan Mary yang bekerja keras dan menabung dengan setia untuk dapat membeli sebuah Alkitab, Pak Charles sangat terkesan dan tergerak hatinya. Alkitab yang tinggal satu-satunya, yang sebenarnya sudah ada pemesannya, akhirnya diberikan kepada Mary Jones. Dari kisah inilah Pak Charles Thomas mengajak teman-temannya di London mendirikan Lembaga Alkitab agar dapat menolong Mary-Mary yang lain yang tersebar dimana-mana.
Melalui kegiatan ACA ini diharapkan anak-anak semakin mencintai Alkitabnya dengan selalu membaca, merenungkan dan menerapkan perintah Tuhan dalam hidup sehari-hari. Lebih lanjut melalui kegiatan ini bukan semata-mata mencari kemenangan, tapi terlebih terbangun solidaritas, belarasa untuk membantu orang lain yang belum memiliki Alkitab di pelosok negeri.
Dari Jakarta Utara saya meluncur ke Jakarta Timur, tepatnya Taman Mini Indonesia Indah, dimana sedang berlangsung Festival Kitab Suci (FKS) 2018 yang diselenggarakan oleh Keuskupan Agung Jakarta. LAI diberi kesempatan untuk membuka dua booth: (1) pameran produk-produk LAI, dan (2) pameran program Sejuta Mitra LAI. Di samping itu, LAI juga diberi waktu untuk tampil dalam Talkshow bersama dengan tiga pembicara lain yang dimoderatori oleh artis Donna Agnesia.
Acara yang sangat meriah yang dihadiri oleh 2.500-an peserta bertujuan untuk meningkatkan kecintaan umat Katolik terhadap Kitab Suci (Alkitab). Seminar, talkshow, pentas seni dan pameran-pameran menjadi forum sosialisasi pentingnya membaca, merenungkan dan menerapkan ajaran Kitab Suci di kehidupan sehari-hari umat Katolik. LAI diberi kesempatan untuk memperkenalkan jatidirinya sebagai lembaga yang diberi mandat oleh seluruh Gereja Protestan dan Katolik di Indonesia. Meskipun waktunya sangat singkat, kesempatan ini cukup efektif untuk menjelaskan bahwa LAI adalah milik bersama Gereja-Gereja interdemoniasi dan interkonfesi di seluruh Indonesia. Mandat yang diberikan kepada LAI dalam penerjemahan, produksi dan penerbitan, penyebaran serta upaya menjadikan Alkitab sebagai pedoman hidup umat perlu didukung bersama seluruh umat Katolik dan Protestan di Indonesia. Kesehatian melahirkan sinergitas ekumene. Salam Alkitab Untuk Semua.
Sigit Triyono (Sekum LAI)