Rawatlah Kehidupan Bukan Kematian

Pagi buta sabtu, 12 Mei 2018 saya pergi dari rumah untuk menunaikan tugas ke Batam, hanya dua hari selepas kejadian kericuhan napi teroris di Rutan Salemba Cabang Mako Brimob Kelapa Dua Depok. Sepanjang sabtu, semua rapat evaluasi dan diskusi yang saya ikuti dalam rangka mengidentifikasi berbagai terobosan bersama mitra penyebaran LAI di Batam berjalan lancar.

Minggu pagi saat bersiap menuju GPIB Imanuel Batam untuk sosialisasi program-program LAI, berita pilu pengeboman tiga gereja di Surabaya sungguh menyesakkan dada saya. Namun demikian tugas presentasi di gereja harus tetap dijalankan dengan semangat.

Presentasi berlangsung di bagian menjelang akhir Ibadah sebelum pengutusan dan berkat. Respon jemaat yang hadir (tidak kurang dari 400 orang) sangat positif. Namun suasana sedikit galau setelah seorang Presbiter (Penatua) mengumumkan pentingnya kewaspadaan seluruh jemaat sehubungan dengan kejadian bom meledak di tiga gereja Surabaya. Sebelum doa berkat, Ibu Pendeta juga menambahkan himbauan untuk tidak membagikan gambar-gambar korban melalui media sosial.

Seusai kebaktian, jemaat yang masih bertahan di Gereja diajak untuk mendatangani poster “Mendukung Upaya Penanggulangan Terorisme” bersama jajaran Polri Batam. Sayapun ikut tanda tangan dan meneriakkan deklarasi anti terorisme yang dipublikasikan beberapa media.

Setibanya di kantor LAI Jakarta pagi ini (14 Mei) saya berkoordinasi dengan Satuan Pengamanan Kantor LAI dan PGI untuk meningkatkan penjagaan dan memastikan situasi aman terkendali. Siangnya saya menuju Makassar untuk menunaikan tugas supervisi ke Kantor Perwakilan LAI di Makassar.
Berita memilukan bertambah lagi dengan adanya beberapa bom susulan yang meledak di Surabaya.

Sembari menunggu waktu boarding pesawat, saya mengirim pengumuman dan himbauan kepada seluruh karyawan LAI demikian: “Tetap bekerja tenang, optimis dan waspada. Semua aparat keamanan sudah berjaga. Dua pintu gerbang kantor LAI sementara dibuka separuh dan dilakukan pemeriksaan kepada setiap kendaraan serta tamu yang datang. Saya berkordinasi dengan kantor PGI agar secara bersama meningkatkan kewaspadaan dalam ketenangan dan selalu memohon perlindungan Tuhan. Amin.”

Setibanya di Makassar, Sdr Agus yang menjemput saya di Bandara Sultan Hassanudin Maros juga menyampaikan duka dan sedih atas meledaknya bom di Surabaya. Sungguh terasa semakin sedih, berduka dan pilulah lubuk hati ini. Beberapa sobat di luar negeri mengirim WA simpati dan doa untuk Indonesia.

Dalam benak saya terus bertanya mengapa ada orang yang begitu “mencintai kematian”? Padahal mayoritas orang di planet bumi ini sangat mencintai kehidupan. Segala upaya dilakukan demi keberlangsungan hidupnya (dalam bahasa Jawa – “uruping urip”). Tak terhitung pengorbanan tenaga, waktu, dan biaya sejak lahir, anak-anak, remaja, pemuda, dewasa sampai usia lanjut, demi berlanjutnya kehidupan.

Mencintai kematian tentulah melawan kehidupan, dan melawan pengharapan. Pikiran, perkataan dan perilakunya mengarah kepada kematian dan maut. Kesia-siaan adalah upahnya. Kecaman dan kutukan adalah ganjarannya.

Alkitab memberitakan jalan kebenaran dan hidup. Siapa saja yang percaya akan memperoleh terang kehidupan. Itulah pentingnya pemberitaan kabar baik sampai ke ujung bumi, agar semakin banyak manusia yang percaya dan terhindar dari alam kegelapan serta kematian yang terkutuk. Agar semua mencintai kehidupan, bukan kematian. Salam Alkitab Untuk Semua.

Sigit Triyono, Sekum LAI