Ada dua tugas mulia Lembaga Alkitab Indonesia [LAI] yang merupakan mandat dari negara Republik Indonesia, yaitu: (1) Pembinaan mental spiritual bagi warganegara yang beragama Kristen Protestan dan Katolik, dan (2) Pelestari bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Secara konkret mandat pertama diwujudkan dalam hal penyediaan Alkitab atau Kitab Suci dan bagian-bagiannya yang dibutuhkan dalam setiap pembinaan warga Gereja-gereja di Indonesia.
Dalam hal pelestari bahasa-bahasa daerah di Indonesia tampak jelas dari pekerjaan LAI yang menerjemahkan Alkitab ke dalam berbagai bahasa daerah di Indonesia. Selama 64 tahun LAI menjalankan pelayanannya, Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang bahasa aslinya bahasa Aram, Ibrani dan Yunani sudah diterjemahkan ke dalam 33 (tiga puluh tiga) bahasa daerah di Indonesia. Sedangkan untuk Alkitab Perjanjian Baru tanpa Perjanjian Lama, sudah diterjemahkan oleh LAI ke dalam 81 (delapan puluh satu) bahasa daerah di Indonesia.
Menurut survei yang dilakukan LAI, masih ada setidaknya 132 (seratus tiga puluh dua) bahasa daerah yang dapat menjadi prioritas untuk penerjemahan Alkitab karena kebutuhan umat yang mengharapkan dapat membaca, merenungkan, dan menghayati isi Alkitab dalam bahasa ibu mereka. Sedangkan menurut data pemerintah, jumlah bahasa daerah di Indonesia setidaknya berjumlah 742 (tujuh ratus empat puluh dua) bahasa daerah.
Bahasa adalah salah satu ekspresi budaya masyarakat. Pengunaannya secara konsisten dalam komunikasi dan literasi sehari-hari akan menjamin eksistensi bahasa tersebut. Tantangan beratnya, dalam era serba global dan digital, penggunaan bahasa daerah menjadi terdesak oleh bahasa “lain” yang lazim digunakan dalam komunikasi keseharian masyarakat. Semakin banyak generasi muda terutama yang di perkotaan berkomunikasi dengan masyarakat secara heterogen dan tidak menggunakan bahasa daerahnya, maka akan semakin menjauhkan mereka dari bahasa daerahnya.
Salah satu cara melestarikan bahasa-bahasa daerah adalah dengan cara membuat banyak dokumen dalam bahasa-bahasa tersebut. Dengan banyaknya dokumen maka akan tersedia alat yang “tangible” yang dapat digunakan untuk mempelajari bahasa tersebut, selain tentu melalui para penutur bahasa. Di samping itu, penggunaan bahasa daerah dalam ekspresi budaya masyarakat juga akan menjamin lestasinya bahasa tersebut. Misalnya penggunaan bahasa daerah dalam upacara-upacara adat, dalam penamaan-penamaan anak, tempat, makanan, dan benda-benda lain, serta penggunaan secara rutin dalam acara-acara keagamaan. Akan sangat menguatkan lagi apabila juga selalu digunakan dalam proses belajar mengajar di sekolah-sekolah.
Alkitab dalam bahasa daerah sudah terbukti sangat besar kontribusinya dalam melestarikan bahasa-bahasa daerah. Setiap ibadah Gereja, minimal diadakan seminggu sekali, yang menggunakan Alkitab bahasa daerah akan menjadikan umat semakin paham bahasa daerahnya. Bila ini dilakukan secara konsisten maka pengguna bahasa daerah juga akan terus bertambah oleh karena anak-anak, generasi bergenerasi akan tetap paham bahasa daerahnya.
Mandat pelestari bahasa-bahasa daerah ini, disamping mandat pembinaan mental spiritual bangsa, menjadi alasan yang sangat kuat bagi LAI untuk beraudiensi dan kemudian mengundang Bapak Presiden RI untuk hadir dalam acara ulang tahun ke 65 LAI pada tanggal 9 Februari 2019. Dalam acara ulang tahun ini LAI berharap akan mendapatkan pengakuan, syukur-syukur mendapatkan penghargaan dari Pemerintah RI dalam hal pelestari bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Puluhan Alkitab dalam bahasa-bahasa daerah di Indonesia yang merupakan karya terjemahan LAI menjadi bukti yang sangat kuat dan tak terbantahkan.
Keberagaman bangsa Indonesia yang sangat indah yang diekspresikan dalam berbagai macam bahasa daerah menjadi kekayaan yang harus dilestarikan dengan segala daya dan upaya oleh semua pihak. Lembaga Alkitab Indonesia masuk dalam daftar lembaga yang memiliki kepedulian di atas. Ini semua demi kita bersama, Negara Kesatuan Republik Indonesia yang “Bhinneka Tunggal Ika.” Salam Alkitab Untuk Semua.[]
Sigit Triyono [Sekum LAI]