Johannes Emde: Penerjemah Firman Tuhan Pertama Dalam Bahasa Melayu Sehari

Ada banyak cara bagi Tuhan, untuk melibatkan kita dalam mewujudkan pekerjaanNya. Ia sering memakai cara-cara yang ajaib dan tak terduga sebelumnya. Seringkali cara Tuhan melampaui logika pikiran manusia. Bahkan tak jarang rencana Tuhan, bertolak belakang dengan rencana yang ditetapkan manusia. Orang-orang seperti Ruyl, Brouwerius dan Leijdecker adalah beberapa tokoh yang dipilih Tuhan untuk melakukan pekerjaan penerjemahan Alkitab. Kalau menilik latar belakang ketiganya, tidak ada satupun yang memiliki keahlian di bidang penerjemahan dan biblika. Namun Tuhan memilih mereka untuk melakukan pekerjaan penerjemahan Alkitab di Indonesia.

Adalah Johannes Emde, pria kelahiran Schmillinghausen Jerman ini merupakan anak dari tukang gergaji kayu yang miskin di desanya. Emde bersama dengan enam belas saudaranya hidup dalam kondisi serba sulit dan pas-pasan. Meskipun miskin, ayahnya tidak pernah lupa mendidik mereka dengan ajaran firman Tuhan.

Untuk meringankan beban hidup keluarganya, Emde mencari pekerjaan, bahkan sampai merantau ke Belanda. Di sana ini melakukan pekerjaan secara serabutan asalkan dapat uang untuk makan. Suatu saat ia mendengar bahwa ada peluang untuk mendapatkan pekerjaan di Hindia Belanda (sekarang: Indonesia). Setelah mengumpulkan recehan demi recehan dan diterima bekerja sebagai kelasi kapal, akhirnya menjelang akhir 1802 Emde berlayar ke Batavia. Sesampainya di Batavia, Emde terkena wajib militer dan harus ikut berperang melawan bajak laut di perairan sekitar Banjarmasin. Setelah wajib militernya selesai, Emde kembali ke Jawa dan menetap di Surabaya. Di sana dia bekerja sebagai montir arloji dan menikahi seorang wanita pribumi.

Setelah hari-harinya disibukan dengan pekerjaan sebagai montir Arloji, di hari Minggunya Emde bertindak selaku pemimpin ibadah. Emde dan saudara-saudara seimannya mengajarkan Injil Markus bahasa Jawa terjemahan Bruckner kepada masyarakat di Surabaya. Di samping itu, Emde menghadapi kendala karena sebagian besar jemaatnya tidak paham dengan Alkitab bahasa Melayu yang diterjemahkan Leijdecker. Sedikit demi sedikit mereka menyadurnya kembali dalam kata-kata yang lebih mudah dipahami. Naskah revisi mereka lalu diteliti di Jakarta oleh Pdt.. D. Lenting, seorang pendeta Belanda, dan Walter Henry Medhurst, seorang utusan Injil Inggris.

Dari hasil usaha bersama itu lahir terjemahan Perjanjian Baru lengkap yang diterbitkan di Jakarta pada tahun 1835. Inilah yang dianggap Perjanjian Baru yang pertama-tama dicetak dalam bahasa Melayu Rendah. Orang-orang Kristen di Surabaya itu bukan hanya menyiapkan terjemahan tersebut melainkan juga membiayainya. Walaupun ada banyak kekurangannya, namun Terjemahan Baru itu cukup laris buktinya pada tahun 1848 persediaannya sudah habis. Perkumpulan Surabaya itu juga menyediakan kitab Mazmur dengan cara yang agak sama seperti yang mereka pakai untuk kitab Perjanjian Baru

Johannes Emde memang bukanlah misionaris yang dikirimkan oleh sebuah lembaga misi. Ia adalah seorang awam yang keberangkatannya ke Jawa Timur tidak didorong oleh keinginan untuk menyebarkan Injil. Kedatangannya ke Hindia Belanda hanyalah untuk mengubah hidupnya menjadi lebih baik. Namun, bukan harta dunia yang berhasil didapat dan dikumpulkan, tetapi Tuhan telah memakai-Nya untuk menjadi perpanjangan tangan Tuhan di Jawa Timur. Di Jawa Timur  Emde ikut mempunyai andil atas berdirinya beberapa gereja, khususnya di Surabaya. Tak salah jika orang di Surabaya menjulukinya “Santo dari Surabaya”.  [3FQ]