Semangat “dari dalam keluar” ternyata masih membutuhkan perjuangan tersendiri bagi kebanyakan Gereja di Indonesia. Betapa tidak, bila dilihat dari indikator keuangan, tampak profil anggaran di banyak Gereja, mayoritas pengeluaran uangnya digunakan untuk biaya program-program internal dan pembangunan fisik kompleks Gereja. Masih sangat kecil jumlah anggarannya yang dialokasikan untuk menjalankan program-program kepedulian terhadap sesama, atau komunitas di luar gereja.
Berbasis observasi saya yang selama ini terlibat dalam pelayanan Gereja-gereja dari Padangsidimpuan sampai Merauke, dari Manado sampai Kupang, mayoritas pergumulannya sama dengan gereja dimana saya berjemaat, yaitu masih terus berjuang memenuhi pembiayaan program internal dan pembangunan infrastruktur gerejanya. Persentase anggarannya sangatlah kecil yang ditujukan untuk membiayai program kepedulian terhadap sesama di luar gereja.
Menarik sekali topik-topik bahasan dalam seminar “Verbum Domini” yang diselenggarakan oleh Gereja Katolik St. Yohanes Bosco Paroki Danau Sunter Jakarta Utara pada Sabtu, 11 Agustus 2018. Satu topik bahasan yang bagi saya paling menarik adalah “Verbum Mundo” (Sabda Allah dalam kehidupan sehari-hari). Topik bahasan ini dibawakan di sessi ketiga oleh Bapak Hortensio Mandaru, SSL (Konsultan Penerjemah LAI) sesudah bahasan “Dei Verbum” (Sabda Allah disampaikan) oleh RP. Prof (Em) Martin Harun, OMF., dan “Verbum In Ecclesia” (Sabda Allah dalam Kehidupan Gereja) oleh RD. Carolus Putranto Tri Hidayat (RM. UUT).
Presentasi satu jam Pak Hortensio sangatlah padat. Tapi saya dapat menarik intisarinya, yaitu Gereja didorong untuk mempraktikkan Sabda Allah dengan memberikan perhatian khusus kepada tiga hal: (1) Keadilan, (2) Rekonsiliasi konflik, dan (3) Kasih. Ketiganya bukan hanya ditujukan untuk internal umat, tetapi justru umat diharapkan aktif keluar untuk mewujudkannya bagi sesama – “inside out”.
Tiga wilayah kepedulian di atas sungguh-sungguh mendorong Gereja untuk tidak asyik dengan dirinya sendiri, namun harus peduli kepada kehidupan bersama. Ekspresi kepedulian ini mengandung implikasi terhadap penyusunan program-program yang tentu tidaklah cukup hanya memperkuat internal gereja, namun harus banyak kepedulian kepada eksternal.
Semangat implementasi Sabda Allah dalam kehidupan sehari-hari sungguh sesuai dengan ajakan mewujudkan “Alkitab Untuk Semua”. Memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh panitia seminar “Verbum Domini”, saya mewakili LAI mempresentasikan langkah konkret “Mewujudkan Alkitab Untuk Semua” dengan menyampaikan informasi tentang empat tugas utama LAI serta ajakan untuk bersama-sama terlibat dalam gerakan DWD (Doakan, Wartakan dan Donasikan Berkat-berkat Tuhan).
Lembaga Alkitab Indonesia yang berdiri pada 9 Februari 1954, menjalankan mandat Gereja-gereja di Indonesia dalam hal: (1) Penerjemahan Alkitab, (2) Produksi dan Penerbitan Alkitab, (3) Penyebaran Alkitab, dan (4) Upaya menjadikan Alkitab sebagai pedoman hidup umat di Indonesia. Empat tugas ini sejak 1968 sudah dijalankan bersama antara Gereja-gereja Kristen Protestan dan Gereja Katolik di Indonesia. Gereja Katolik di Indonesia adalah Gereja Katolik pertama di dunia yang pada tahun 1968 membuat keputusan menggabungkan Tim Penerjemahan Alkitabnya dengan Tim Penerjemahan LAI dan menghasilkan terjemahan Alkitab ekumene. Sampai saat inipun belum banyak negara yang memiliki “terjemahan Alkitab ekumene” yang digunakan bersama antara Gereja Kristen Protestan dan Gereja Katolik.
Pekerjaan menerjemahkan Alkitab ke dalam Bahasa Indonesia tidak berhenti saat sesudah terbit di tahun 1974 dengan nama Alkitab Terjemahan Baru (TB). Sesudah lebih dari 30 tahun Alkitab digunakan, ada banyak istilah-istilah dalam suatu bahasa yang berubah makna, ada kata-kata baru yang muncul, dan juga ada perkembangan ilmu penerjemahan Alkitab. Alasan-alasan inilah yang membuat suatu terjemahan Alkitab perlu di revisi (re = kembali; visi = melihat). Saat ini sudah menjelang final revisi terjemahan Alkitab Bahasa Indonesia yang terbit 1974 dan diharapkan akan selesai tahun 2021. Revisi penerjemahan TB ini juga dikerjakan bersama para ahli penerjemahan Alkitab dari Gereja Katolik dan Gereja-gereja Kristen Protestan.
Masih banyak pekerjaan Penerjemahan Alkitab di Indonesia karena sepanjang LAI ada (64 tahun) baru berhasil menerjemahkan Alkitab yang utuh (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) ke dalam 33 bahasa dari 721 bahasa daerah yang ada di Indonesia. Satu Alkitab utuh membutuhkan waktu penerjemahan sekitar 20 tahun.
Pekerjaan LAI lainnya yaitu: produksi dan penerbitan, penyebaran, serta upaya menjadikan Alkitab sebagai pedoman hidup umat di Indonesia tidak akan mampu dikerjakan tanpa topangan para mitra dari berbagai Gereja, baik sebagai individu maupun institusi. Ladang layanan LAI begitu luas, tenaga begitu terbatas. Dari sekitar 27 juta orang Kristen dan Katolik di Indonesia yang tercatat sudah memberikan dukungan langsung kepada pekerjaan-pekerjaan LAI baru di bawah 100.000 nama individu maupun lembaga.
LAI menargetkan dalam lima tahun ini (2018-2023) mendapatkan satu juta mitra yang akan aktif mendoakan, mewartakan dan mendonasikan berkat-berkatNya demi mewujudkan “Alkitab Untuk Semua”. Untuk mengumpulkan data mitrapun LAI membutuhkan mitra. Sangat diharapkan Anda yang terpanggil dapat langsung mengontak Ibu Erna di nomor WA: 08128517415. Ini adalah salah satu bentuk “Verbum Mundo” – “inside out” – Sabda Allah dalam kehidupan sehari-hari.
Salam Alkitab Untuk Semua.
Sigit Triyono (Sekum LAI)