Indahnya Berbagi Lewat GoBlessing

“Crowdfunding” sebenarnya bukanlah hal yang baru lagi di masyarakat. Apa itu “Crowdfunding?” “Crowdfunding” merupakan usaha pendanaan usaha maupun proyek yang mana dilakukan dengan cara mengumpulkan sejumlah uang dari berbagai orang atau didanai langsung oleh masyarakat umum. Mereka bisa kita sebut teman, kerabat, rekan kerja, hingga komunitas yang memiliki kesamaan misi dengan proyek yang didanai tersebut.
Jika proyek yang ditawarkan mempunyai manfaat dan dapat dikomunikasikan secara efektif maka tentu saja membuat banyak orang tertarik pada hal tersebut. Tapi untuk membangun kepercayaan untuk orang mau peduli pada proyek yang ditawarkan bukanlah hal yang mudah. Tapi lewat “crowdfunding” ini proyek yang ditawarkan, paling tidak dilihat oleh banyak orang, jika tergerak hati maka proyek tersebut akan didukung.

Melihat peluang pendanaan melalui cara-cara “crowdfunding” ini, Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) mencoba salah satu platform “crowdfunding” lokal, GoBlessing, untuk menawarkan program-programnya. Harapannya pendukung LAI yang katanya berjumlah 200.000 orang itu tergerak hatinya untuk mendukung program kerja LAI. Lewat pendanaan model ini, LAI tidak akan mengeluarkan biaya sepeser pun, malahan LAI akan mendapatkan dana untuk program akan didanai langsung oleh masyarakat umum.

Untuk itu LAI perlu mengkampanyekan, program-programnya melalui “crowdfunding”, jika berjalan baik maka LAI tidak hanya mendapat dana untuk menjalankan programnya lewat para mitranya, tetapi juga LAI dapat memasarkan program-program.

Meskipun demikian masih banyak tantangan yang harus dihadapi oleh pembuat “platform crowdfunding” lokal, seperti GoBlessing harus bisa bersaing dengan “platform” yang sudah ada, seperti KitaBisa.com; AyoBisa, dst dan platform asal luar negeri seperti Kickstarter dan IndieGoGo. Tantangan kedua adalah belum terbiasanya masyarakat Indonesia melakukan transaksi online dan mereka umumnya nyaman dengan sistem Cash on Delivery. Sisi regulasi yang masih belum jelas juga masih menjadi sebuah tantangan yang harus dipecahkan.

GoBlessing memang fokus pada segmen pasar tertentu. Diharapkan dengan segmentasi yang jelas ini, GoBlessing akan diingat sebagai salah satu “crowdfunding” khusus untuk kegiatan-kegiatan keagamaan, maka orang yang mau membuat proyek di bidang itu akan langsung terpikir ke GoBlessing dan bukan ke tempat lain, Meskipun belum banyak pribadi, Gereja dan Yayasan yang memanfaatkan GoBlessing ini, tapi LAI mencoba memelopori untuk memanfaatkan agar program kerja LAI dapat didanai.

Bahkan LAI diberikan kesempatan untuk mengisi program-programnya dan diundang dalam launching GoBlessing di APL Plaza, 24 April 2018. Menurut Handy Irawan dalam seminar yang bertajuk “Fundraising Strategy”, bahwa ada 3 kunci sukses fundraising yakni Trust, Move & Act.  Maksudnya, Trust atau kepercayaan adalah reputasi lembaga atau pemimpin yang akuntabel dan transparan adalah modal awal dari sebuah kegiatan penggalangan dana. Move, apa yang menjadi tugas utama sebuah lembaga harus benar-benar dijalankan sesuai visinya. Memiliki program kerja yang jelas, keteladannya pengurusnya, dan komunikatif dengan donator. Sedang kunci ketiga adalah Act, bahwa sistem yang dibangun haruslah memberikan kemudahan sehingga akan terbangun relationship yang bersumber dari database donor.

Memang “crowdfunding” adalah solusi pendanaan bagi masa datang, di mana melaluinya ada ruang bagi generasi muda untuk memilih  apa, dan untuk siapa, serta dimana program yang akan didukungnya. Dan Online giving adalah solusi pendanaan bagi masa depan. Untuk itu LAI hadir dalam pendanaan model zaman now adalah untuk menjangkau orang muda. Bukan tidak mungkin jika kisah 1 Tawarik 29: 1-9 dimana raja Daud hanya dalam sehari berhasil mengumpulkan dukungan dana begitu besar untuk membangun Bait Allah itu bisa terjadi di masa kini. Jika itu terjadi untuk setiap program kerja LAI ada banyak orang yang mendukung, maka kata Indahnya Berbagi akan mempunyai makna yang sejati. []