Berharap Dalam Gelap

Gelap, hari Sabat waktu itu begitu gelap dan kelam bagi kami, langkah kami terputus. Seolah kami berharap hari esok tidak akan pernah ada lagi. Kami sama sekali terputus dari dunia luar, bersembunyi dalam ruang-ruang gelap di sudut-sudut kota. Seorang yang selama ini telah memberi kami harapan dan kehidupan yang sama sekali baru telah direnggut paksa dari kami. Dia yang telah memberikan hidup bagi banyak orang yang miskin, lemah, dan yang tertindas, telah mati. Ia diperlakukan dengan sangat hina, mati di antara para penjahat, sekalipun semua orang tahu Ia tidak berbuat kekerasan dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya.

Di antara semua orang yang bersedih, akulah yang paling berduka. Di antara semua wanita yang menangis, akulah yang paling terluka. Hatiku begitu tersayat melihat Dia yang lahir dari rahimku dan yang kubesarkan dalam asuhanku, mati dalam penderitaan salib yang begitu pedih. Ia dikhianati oleh sahabat-Nya, disangkali oleh kawan karib-Nya. Mereka semua meninggalkan-Nya, lari bersembunyi. Hanya Yohanes yang menemaniku, melihat hingga napas-Nya terhenti. Sabat itu tidak pernah saya lupakan seumur hidupku.

Dalam kesedihan yang begitu dalam, ingatanku dibawa ke masa tiga puluh tahun silam saat malaikat Tuhan datang menghampiriku dan berkata, “Jangan takut, Maria, sebab engkau berkenan di hati Allah. Engkau akan mengandung dan melahirkan seorang anak, yang harus engkau beri nama Yesus. Ia akan menjadi agung dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Tuhan Allah akan menjadikan Dia raja seperti Raja Daud, nenek moyang-Nya. Dan Ia akan memerintah sebagai raja atas keturunan Yakub selama-lamanya. Kerajaan-Nya tidak akan berakhir.” Aku juga teringat ketika serombongan gembala yang datang dari padang membawa satu berita bahwa Anak yang aku lahirkan itu adalah seorang Juruselamat, Kristus, Tuhan. Bahkan beberapa tahun setelah kelahiran-Nya, para majus datang dari negeri yag jauh hanya untuk mempersembahkan persembahan yang mahal-mahal dan sujud menyembah Yesus. Lalu inikah jawaban dari segala perkara yang kusimpan dalam hatiku sejak lama? Bahwa Ia yang dikatakan akan menjadi Raja yang Agung, yang disebut sebagai Anak Allah Yang Maha Tinggi hidup-Nya berakhir dengan sangat tragis?

Aku tenggelam dalam dukaku, begitu pun dengan mereka, para murid yang telah aku anggap sebagai anak-anakku sendiri, dan orang-orang yang selama ini mengikuti-Nya. Aku bisa merasakan apa yang mereka rasakan; takut, gelisah, rasa bersalah, putus asa, frustrasi, kecewa, kesedihan yang begitu dalam, semua bercampur aduk dan membatin dalam kami. Petrus adalah yang paling larut dalam rasa bersalahnya karena tiga kali ia telah menyangkali Yesus. Sementara Yohanes adalah salah satu yang paling bersedih sebab dialah yang paling dikasihi oleh Yesus.

Dalam kegelapan dan hancur hati yang menyelimutiku, aku teringat Ia pernah berkata, Anak Manusia memang harus banyak menderita dan ditentang oleh pemimpin-pemimpin dan imam-imam kepala, serta guru-guru agama. Ia akan dibunuh, tetapi pada hari ketiga akan dibangkitkan kembali.. Kalimat yang berkali-kali Ia katakan tetapi yang tidak pernah kami harapkan dan bayangkan sungguh akan terjadi. Aku berharap meski tidak tahu apa yang aku harapkan. Aku menanti tapi itupun aku tak tahu. Harapanku diselimuti oleh pekatnya gelap. Aku menyimpan semua kegelisahan ini dalam hatiku, berharap dan menantikan saat waktunya tiba.